Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Bane Raja Manalu menegaskan bahwa pencipta suatu karya perlu mencatatkan atau mendaftarkan hasil karyanya ke Kemenkumham agar karya yang diciptakan bisa mendapat perlindungan hukum dari negara.
"Apalagi sekarang Menkumham Yasonna Laoly terus melakukan perbaikan dalam bidang birokrasi digital di Kemenkumham. Dulunya pencatatan hak cipta itu memerlukan proses dua hari lebih, tapi sekarang hanya 10 menit sudah selesai," kata Bane dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber dalam diskusi bertemakan “Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni” yang diselenggarakan Komunitas Karo Kreatif (K3) di Jabu Cafe Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Jumat (25/3).
Namun, Bane menilai pendaftaran hasil karya tersebut harus dilengkapi persyaratan, misalnya surat yang membuktikan bahwa karya itu miliknya.
Baca juga: Sekjen Kemenkumham meninjau pelayanan Kanwil Kemenkumham Jatim
“Setelah data lengkap dan membayar Rp250 ribu, langsung keluar sertifikat bahwa karya itu punya kita, cuma 10 menit,” ujarnya.
Bane menjelaskan salah satu program unggulan di Kemenkumham tahun 2022 adalah Pencatatan Otomatis Hak Cipta (POPHC), yaitu proses otomatis pencatatan di segala hal yang disebut hak cipta.
Menurut dia, dengan mencatatkan hak ciptanya, maka seorang pencipta berhak mendapat perlindungan dari negara. Namun, dia mengatakan pada umumnya yang namanya pencatatan hak cipta tidak langsung mendapatkan dampak ekonomis.
“Sedangkan pendaftaran hak cipta misalnya karya musik, menciptakan lagu atau lainnya, kemudian digunakan baik secara individu maupun institusi maka berdampak ekonomi langsung, kalau tujuannya komersil,” katanya.
Baca juga: Kemenkumham menerima hibah delapan unit mobil rampasan KPK
Bane menegaskan bahwa hak cipta itu adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan dipublikasikan.
"Berwujud dulu baru bisa klaim punya kita, yang mewujudkan itu pemilik hak ciptanya. Bagi saya ide tak bernilai atau sama dengan nol jika tidak diwujudkan, yang mahal itu adalah eksekusinya,” ujarnya.
Dia menjelaskan hak cipta ada jangka berlakunya, pertama seumur hidup plus 70 tahun, yaitu seumur hidup si pencipta karya ditambah 70 tahun ke depannya.
Baca juga: Kemenkumham dan Kementerian ATR/BPN menerima aset rampasan KPK
Karena itu, menurut dia, generasi selanjutnya masih mendapat manfaat ekonomi atas hak cipta, misalnya hak karya pencipta buku, lagu atau musik, lukisan, tari, drama, dan karya-karya sejenisnya.
“Kedua, ada perlindungan selama 50 tahun ke depan sejak karya tersebut dipublikasikan, misalnya karya fotografer. Lalu ada yang berusia 25 tahun sejak dipublikasikan, itu contohnya karya-karya seni terapan,” katanya.
Karena itu, menurut dia, pihak-pihak yang memiliki hak cipta dilindungi oleh negara sehingga perlu mencatatkan dan mendaftarkan karya yang dimilikinya.
"Apalagi sekarang Menkumham Yasonna Laoly terus melakukan perbaikan dalam bidang birokrasi digital di Kemenkumham. Dulunya pencatatan hak cipta itu memerlukan proses dua hari lebih, tapi sekarang hanya 10 menit sudah selesai," kata Bane dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber dalam diskusi bertemakan “Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni” yang diselenggarakan Komunitas Karo Kreatif (K3) di Jabu Cafe Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Jumat (25/3).
Namun, Bane menilai pendaftaran hasil karya tersebut harus dilengkapi persyaratan, misalnya surat yang membuktikan bahwa karya itu miliknya.
Baca juga: Sekjen Kemenkumham meninjau pelayanan Kanwil Kemenkumham Jatim
“Setelah data lengkap dan membayar Rp250 ribu, langsung keluar sertifikat bahwa karya itu punya kita, cuma 10 menit,” ujarnya.
Bane menjelaskan salah satu program unggulan di Kemenkumham tahun 2022 adalah Pencatatan Otomatis Hak Cipta (POPHC), yaitu proses otomatis pencatatan di segala hal yang disebut hak cipta.
Menurut dia, dengan mencatatkan hak ciptanya, maka seorang pencipta berhak mendapat perlindungan dari negara. Namun, dia mengatakan pada umumnya yang namanya pencatatan hak cipta tidak langsung mendapatkan dampak ekonomis.
“Sedangkan pendaftaran hak cipta misalnya karya musik, menciptakan lagu atau lainnya, kemudian digunakan baik secara individu maupun institusi maka berdampak ekonomi langsung, kalau tujuannya komersil,” katanya.
Baca juga: Kemenkumham menerima hibah delapan unit mobil rampasan KPK
Bane menegaskan bahwa hak cipta itu adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan dipublikasikan.
"Berwujud dulu baru bisa klaim punya kita, yang mewujudkan itu pemilik hak ciptanya. Bagi saya ide tak bernilai atau sama dengan nol jika tidak diwujudkan, yang mahal itu adalah eksekusinya,” ujarnya.
Dia menjelaskan hak cipta ada jangka berlakunya, pertama seumur hidup plus 70 tahun, yaitu seumur hidup si pencipta karya ditambah 70 tahun ke depannya.
Baca juga: Kemenkumham dan Kementerian ATR/BPN menerima aset rampasan KPK
Karena itu, menurut dia, generasi selanjutnya masih mendapat manfaat ekonomi atas hak cipta, misalnya hak karya pencipta buku, lagu atau musik, lukisan, tari, drama, dan karya-karya sejenisnya.
“Kedua, ada perlindungan selama 50 tahun ke depan sejak karya tersebut dipublikasikan, misalnya karya fotografer. Lalu ada yang berusia 25 tahun sejak dipublikasikan, itu contohnya karya-karya seni terapan,” katanya.
Karena itu, menurut dia, pihak-pihak yang memiliki hak cipta dilindungi oleh negara sehingga perlu mencatatkan dan mendaftarkan karya yang dimilikinya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment