Jakarta (ANTARA) - Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI menginisiasi kolaborasi dengan daerah penyangga Jakarta guna mengatasi polusi udara.
Karena, kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo, masalah polusi udara ini tak bisa selesai tanpa adanya integrasi yang matang antara semua wilayah dalam kawasan algomerasi Jabodetabek.
Baca juga: Jakarta kembali duduki posisi teratas kualitas udara buruk di dunia
"Pemprov DKI harus jadi inisiator perencanaan kebijakan terintegrasi mengatasi masalah kualitas udara ini karena jadi pusat ekonomi dan punya kekuatan fiskal mempuni. Jabodetabek ini megapolitan walaupun di bawah instansi pemerintah daerah (pemda) yang berbeda-beda. Jadi enggak akan bisa sendiri-sendiri," kata Anggara di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, Anggara menjelaskan ada beberapa opsi kebijakan yang dapat diintegrasikan dengan pemerintah daerah penyangga seperti memasifkan uji emisi gratis, serta percepatan pembangunan moda transportasi antar kota.
"Sumber masalah kualitas udara paling utama adalah kendaraan pribadi, jadi itu yang harus dikendalikan. Perbanyak uji emisi gratis termasuk di daerah penyangga karena kendaraan dari sana juga menyumbang polusi," ucapnya.
Setelah itu, harus bisa dipikirkan bagaimana caranya bisa memperbanyak opsi moda transportasi untuk mobilitas masyarakat.
Anggara sendiri menilai bahwa selama kepimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum ada visi integrasi kebijakan untuk menyelesaikan persoalan polusi udara sehingga tidak ada progres berarti dari penyelesaian masalah ini.
Baca juga: Wagub DKI duga kualitas udara buruk akibat naiknya volume kendaraan
"Persoalan kualitas udara saat awal masa jabatan Pak Anies sampai sekarang gitu-gitu aja. Upaya mengendalikan kendaraan bermotor pribadi juga akhirnya gagal karena proyek LRT dan penerapan Electronic Road Pricing (ERP) yang direncanakan di RPJMD tidak berhasil dieksekusi," tutur Anggara.
Diketahui, lembaga data kualitas udara, IQ Air kembali menempatkan Jakarta di posisi pertama di dunia kota dengan kualitas udara terburuk pada Jumat pagi.
IQ Air melalui laman resminya yang dilihat di Jakarta, Jumat, mencatat kualitas udara di Jakarta hingga pukul 07.50 WIB mencapai indeks 160.
Adapun indeks kualitas udara berdasarkan standar Amerika Serikat (AQ US) menggolongkan indeks 151 hingga 200 merupakan kategori udara yang tidak sehat.
Konsentrasi particulate matter (PM) 2.5 mencapai 14,6 kali lipat di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
PM 2.5 merupakan polutan pencemar udara yang paling kecil dan berbahaya bagi kesehatan tubuh.
IQ Air menyarankan masyarakat untuk menggunakan masker, menghidupkan pemurni udara, menutup jendela dan menghindari aktivitas di luar rumah.
Baca juga: Suhu rendah dan kelembaban tinggi picu polusi di DKI Jakarta
Karena, kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo, masalah polusi udara ini tak bisa selesai tanpa adanya integrasi yang matang antara semua wilayah dalam kawasan algomerasi Jabodetabek.
Baca juga: Jakarta kembali duduki posisi teratas kualitas udara buruk di dunia
"Pemprov DKI harus jadi inisiator perencanaan kebijakan terintegrasi mengatasi masalah kualitas udara ini karena jadi pusat ekonomi dan punya kekuatan fiskal mempuni. Jabodetabek ini megapolitan walaupun di bawah instansi pemerintah daerah (pemda) yang berbeda-beda. Jadi enggak akan bisa sendiri-sendiri," kata Anggara di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, Anggara menjelaskan ada beberapa opsi kebijakan yang dapat diintegrasikan dengan pemerintah daerah penyangga seperti memasifkan uji emisi gratis, serta percepatan pembangunan moda transportasi antar kota.
"Sumber masalah kualitas udara paling utama adalah kendaraan pribadi, jadi itu yang harus dikendalikan. Perbanyak uji emisi gratis termasuk di daerah penyangga karena kendaraan dari sana juga menyumbang polusi," ucapnya.
Setelah itu, harus bisa dipikirkan bagaimana caranya bisa memperbanyak opsi moda transportasi untuk mobilitas masyarakat.
Anggara sendiri menilai bahwa selama kepimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum ada visi integrasi kebijakan untuk menyelesaikan persoalan polusi udara sehingga tidak ada progres berarti dari penyelesaian masalah ini.
Baca juga: Wagub DKI duga kualitas udara buruk akibat naiknya volume kendaraan
"Persoalan kualitas udara saat awal masa jabatan Pak Anies sampai sekarang gitu-gitu aja. Upaya mengendalikan kendaraan bermotor pribadi juga akhirnya gagal karena proyek LRT dan penerapan Electronic Road Pricing (ERP) yang direncanakan di RPJMD tidak berhasil dieksekusi," tutur Anggara.
Diketahui, lembaga data kualitas udara, IQ Air kembali menempatkan Jakarta di posisi pertama di dunia kota dengan kualitas udara terburuk pada Jumat pagi.
IQ Air melalui laman resminya yang dilihat di Jakarta, Jumat, mencatat kualitas udara di Jakarta hingga pukul 07.50 WIB mencapai indeks 160.
Adapun indeks kualitas udara berdasarkan standar Amerika Serikat (AQ US) menggolongkan indeks 151 hingga 200 merupakan kategori udara yang tidak sehat.
Konsentrasi particulate matter (PM) 2.5 mencapai 14,6 kali lipat di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
PM 2.5 merupakan polutan pencemar udara yang paling kecil dan berbahaya bagi kesehatan tubuh.
IQ Air menyarankan masyarakat untuk menggunakan masker, menghidupkan pemurni udara, menutup jendela dan menghindari aktivitas di luar rumah.
Baca juga: Suhu rendah dan kelembaban tinggi picu polusi di DKI Jakarta
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment