Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) meminta Pemerintah Provinsi Sumatra Utara segera menyelesaikan konflik agraria di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Kutalimbaru, dan Desa Simalingkar, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.
"Begitu Gubernur Sumatra Utara siap melaksanakan kesepakatan bersama, KSP bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN, PTPN III Holding, dan PTPN II siap mendukung proses eksekusi di lapangan sesuai arahan Presiden Jokowi. Oleh karenanya, KSP berharap Pemda bisa bekerja sama menyelesaikan konflik tanah di Desa Simalingkar dan Sei Mencirim," kata Deputi II KSP Abetnego Tarigan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Abetnego, konflik agraria di dua desa itu mendapat atensi sangat serius dari Presiden Joko Widodo, dimana Presiden menggelar Rapat Terbatas terkait Penataan Lahan di Sumatra Utara dan memanggil Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi ke Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (11/7).
Sebelumnya, pada Agustus 2020, sebanyak 170 petani asal Simalingkar dan Sei Mencirim melakukan aksi jalan kaki dari Medan menuju Jakarta untuk menyampaikan keluhannya kepada Presiden Joko Widodo secara langsung terkait konflik pertanahan dengan pihak PTPN II.
Setelah warga Simalingkar dan Sei Mencirim tersebut diterima Presiden Jokowi pada 27 Agustus 2020, KSP selanjutnya aktif memfasilitasi dialog antara petani Desa Simalingkar dan Sei Mencirim dengan PTPN II.
Baca juga: Presiden panggil Gubernur Sumut bahas masalah agraria
Dalam empat kali rapat tingkat menteri dan berbagai dialog dengan masyarakat, PTPN II diminta menyediakan lahan perumahan dan pertanian bagi anggota serikat tani yang sudah diverifikasi.
KSP juga turut merumuskan solusi berupa penyediaan lahan untuk rumah masyarakat seluas 150 meter per keluarga, serta lahan garapan seluas 2.500 meter per keluarga dengan skema pinjam pakai untuk 700 KK di Simalingkar dan 800 KK di Sei Mencirim.
"Untuk menindaklanjuti solusi yang telah disepakati bersama dan hasil identifikasi penerima manfaat, masih diperlukan kolaborasi lintas Pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.
Penyelesaian permasalahan di Simalingkar dan Sei Mencirim tidak hanya didesain untuk menghentikan konflik, tapi juga memastikan Pemerintah bisa memberikan jawaban atas kepastian lahan dan penghidupan yang dibutuhkan warga.
Sejak tahun 2016 sampai 2022, KSP telah menerima 202 pengaduan konflik agraria dari Sumatra Utara, termasuk di antaranya adalah permasalahan Simalingkar dan Sei Mencirim.
Baca juga: KontraS Sumatera Utara: Konflik agraria semakin menumpuk
"Begitu Gubernur Sumatra Utara siap melaksanakan kesepakatan bersama, KSP bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN, PTPN III Holding, dan PTPN II siap mendukung proses eksekusi di lapangan sesuai arahan Presiden Jokowi. Oleh karenanya, KSP berharap Pemda bisa bekerja sama menyelesaikan konflik tanah di Desa Simalingkar dan Sei Mencirim," kata Deputi II KSP Abetnego Tarigan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Abetnego, konflik agraria di dua desa itu mendapat atensi sangat serius dari Presiden Joko Widodo, dimana Presiden menggelar Rapat Terbatas terkait Penataan Lahan di Sumatra Utara dan memanggil Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi ke Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (11/7).
Sebelumnya, pada Agustus 2020, sebanyak 170 petani asal Simalingkar dan Sei Mencirim melakukan aksi jalan kaki dari Medan menuju Jakarta untuk menyampaikan keluhannya kepada Presiden Joko Widodo secara langsung terkait konflik pertanahan dengan pihak PTPN II.
Setelah warga Simalingkar dan Sei Mencirim tersebut diterima Presiden Jokowi pada 27 Agustus 2020, KSP selanjutnya aktif memfasilitasi dialog antara petani Desa Simalingkar dan Sei Mencirim dengan PTPN II.
Baca juga: Presiden panggil Gubernur Sumut bahas masalah agraria
Dalam empat kali rapat tingkat menteri dan berbagai dialog dengan masyarakat, PTPN II diminta menyediakan lahan perumahan dan pertanian bagi anggota serikat tani yang sudah diverifikasi.
KSP juga turut merumuskan solusi berupa penyediaan lahan untuk rumah masyarakat seluas 150 meter per keluarga, serta lahan garapan seluas 2.500 meter per keluarga dengan skema pinjam pakai untuk 700 KK di Simalingkar dan 800 KK di Sei Mencirim.
"Untuk menindaklanjuti solusi yang telah disepakati bersama dan hasil identifikasi penerima manfaat, masih diperlukan kolaborasi lintas Pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.
Penyelesaian permasalahan di Simalingkar dan Sei Mencirim tidak hanya didesain untuk menghentikan konflik, tapi juga memastikan Pemerintah bisa memberikan jawaban atas kepastian lahan dan penghidupan yang dibutuhkan warga.
Sejak tahun 2016 sampai 2022, KSP telah menerima 202 pengaduan konflik agraria dari Sumatra Utara, termasuk di antaranya adalah permasalahan Simalingkar dan Sei Mencirim.
Baca juga: KontraS Sumatera Utara: Konflik agraria semakin menumpuk
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment