Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan pemerintah agar mewujudkan keadilan anggaran bagi pendidikan nasional di Indonesia, yakni pendidikan umum dan pendidikan keagamaan yang mencakup pendidikan agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya.
“Di Komisi VIII DPR, sejak periode yang lalu, kami memperjuangkan apa yang disebut sebagai keadilan anggaran. Keadilan anggaran bukan berarti harus mendapat jumlah anggaran yang sama, melainkan anggaran yang proporsional antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan,” kata HNW dalam diskusi Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) bertema “Pendidikan Islam dalam Era Digital dan Milenial” di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa MPR telah menghadirkan rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besar anggaran pendidikan nasional dalam konstitusi, yakni Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid dukung peningkatan kualitas pendidikan keagamaan
Sementara pada Pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, tambah dia, disebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Kemudian dalam ayat (5), disebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Menurut HNW, secara eksplisit, kata “keimanan", "ketakwaan", "akhlak mulia”, dan “agama” dalam pasal-pasal tersebut menunjukkan pentingnya nilai-nilai iman, takwa, akhlak mulia, dan agama bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, sudah sepatutnya negara memberlakukan anggaran yang adil dan tidak diskriminatif di antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan.
Lalu, tambah dia, Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, tanpa membedakan antara sekolah-sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek atau Kementerian Agama (Kemenag).
“UUD jelas tidak menginginkan adanya ketidakadilan anggaran dan diskriminasi anggaran untuk pendidikan nasional, baik yang berada di bawah Kemendikbudristek maupun Kemenag," ujar HNW, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Dalam kesempatan yang sama, HNW juga mengingatkan pemerintah agar melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi Pesantren) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo sebagai aturan lanjutan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Dana abadi pesantren ini agar diwujudkan. Jangan hanya menjadi perpres kosong saja. Jangan hanya menjadi perpres yang tidak ada pelaksanaannya karena sampai hari ini masih Rp0, padahal perpres itu ditandatangani tahun 2021,” ucap dia.
HNW menilai apabila Perpres Nomor 82 Tahun 2021 itu dilaksanakan, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, kualitas pendidikan, serta kesinambungan antara dunia pendidikan pesantren dan keagamaan dapat diwujudkan.
Selanjutnya, HNW mendengar dan menerima aspirasi serta masukan-masukan dari peserta, bahkan mendengarkan kegalauan mereka mengenai masa depan pendidikan agama. Dia menjamin pemerintah tidak akan mensyaratkan penggabungan pendidikan agama di bawah Kemendikbudristek untuk mendapatkan kesetaraan dengan pendidikan umum.
“Kami sudah berkali-kali menegaskan bahwa pendidikan agama, pendidikan keagamaan, tetap berada di Kementerian Agama, sedangkan pendidikan umum silakan ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ucap HNW.
Baca juga: HNW: Perlu realisasi semangat "ukhuwah" dalam pengelolaan masjid
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kesejahteraan keluarga meningkat percepat pembangunan
“Di Komisi VIII DPR, sejak periode yang lalu, kami memperjuangkan apa yang disebut sebagai keadilan anggaran. Keadilan anggaran bukan berarti harus mendapat jumlah anggaran yang sama, melainkan anggaran yang proporsional antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan,” kata HNW dalam diskusi Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) bertema “Pendidikan Islam dalam Era Digital dan Milenial” di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa MPR telah menghadirkan rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besar anggaran pendidikan nasional dalam konstitusi, yakni Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid dukung peningkatan kualitas pendidikan keagamaan
Sementara pada Pasal 31 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, tambah dia, disebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Kemudian dalam ayat (5), disebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Menurut HNW, secara eksplisit, kata “keimanan", "ketakwaan", "akhlak mulia”, dan “agama” dalam pasal-pasal tersebut menunjukkan pentingnya nilai-nilai iman, takwa, akhlak mulia, dan agama bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, sudah sepatutnya negara memberlakukan anggaran yang adil dan tidak diskriminatif di antara pendidikan umum dan pendidikan keagamaan.
Lalu, tambah dia, Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, tanpa membedakan antara sekolah-sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek atau Kementerian Agama (Kemenag).
“UUD jelas tidak menginginkan adanya ketidakadilan anggaran dan diskriminasi anggaran untuk pendidikan nasional, baik yang berada di bawah Kemendikbudristek maupun Kemenag," ujar HNW, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Dalam kesempatan yang sama, HNW juga mengingatkan pemerintah agar melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi Pesantren) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo sebagai aturan lanjutan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Dana abadi pesantren ini agar diwujudkan. Jangan hanya menjadi perpres kosong saja. Jangan hanya menjadi perpres yang tidak ada pelaksanaannya karena sampai hari ini masih Rp0, padahal perpres itu ditandatangani tahun 2021,” ucap dia.
HNW menilai apabila Perpres Nomor 82 Tahun 2021 itu dilaksanakan, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, kualitas pendidikan, serta kesinambungan antara dunia pendidikan pesantren dan keagamaan dapat diwujudkan.
Selanjutnya, HNW mendengar dan menerima aspirasi serta masukan-masukan dari peserta, bahkan mendengarkan kegalauan mereka mengenai masa depan pendidikan agama. Dia menjamin pemerintah tidak akan mensyaratkan penggabungan pendidikan agama di bawah Kemendikbudristek untuk mendapatkan kesetaraan dengan pendidikan umum.
“Kami sudah berkali-kali menegaskan bahwa pendidikan agama, pendidikan keagamaan, tetap berada di Kementerian Agama, sedangkan pendidikan umum silakan ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ucap HNW.
Baca juga: HNW: Perlu realisasi semangat "ukhuwah" dalam pengelolaan masjid
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kesejahteraan keluarga meningkat percepat pembangunan
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment