Jakarta (ANTARA) - Momentum bersejarah Sumpah Pemuda pada 94 tahun silam, mengingatkan kembali bangsa Indonesia mengenai arti penting peran pemuda-pemudi, persatuan dan kesatuan, dalam menaklukkan berbagai tantangan, bahkan tantangan terbesar sekali pun, seperti belenggu penjajahan Belanda.

Berdasarkan sejarah Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, kemerdekaan Indonesia atas penjajahan Belanda memang tidak dapat dilepaskan dari semangat persatuan dan kesatuan yang dibawa oleh para pemuda-pemudi Tanah Air.  Sumpah Pemuda yang digagas oleh pemuda-pemudi Indonesia di masa itu merupakan tonggak utama sejarah pergerakan kemerdekaan negeri ini.

Bahkan, pemuda-pemudi Indonesia telah memiliki suatu visi membangun rasa persatuan di atas kepentingan golongan dan di atas perbedaan bahasa, suku, agama, serta budaya sejak 30 April 1926 dalam Kongres Pemuda I yang dipimpin oleh Mohammad Tabrani.

Dalam situasi serba sulit, di saat pemerintahan kolonial Belanda betul-betul melakukan kontrol pada berbagai sektor kehidupan bangsa Indonesia, mulai dari sektor ekonomi, politik, bahkan kebudayaan, muncul pemuda-pemudi visioner yang berjuang bukan dengan kekuatan fisik, melainkan dengan kekuatan alam pikir.

Semangat itu terus bergelora hingga Kongres Pemuda II di Jakarta pada 27 sampai 28 Oktober 1928,  yang kemudian menghasilkan keputusan kongres berupa Sumpah Pemuda. Keputusan tersebut menegaskan pengakuan putra-putri Indonesia mengenai tumpah darah yang satu, yakni tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, yakni bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.

Seperti yang dituliskan oleh pakar sejarah Asvi Warman Adam dalam bukunya yang berjudul Menguak Misteri Sejarah (2010), mengutip ucapan mendiang cendekiawan Azyumardi Azra, Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia yang mengawali adanya suatu kesadaran kebangsaan mengenai persatuan. Kesadaran tersebut selanjutnya diolah menjadi perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan.

Tantangan global masa kini

Saat ini, meskipun Indonesia telah terbebas dari penjajahan Belanda dan Jepang, bukan berarti Indonesia benar-benar tak lagi dihadapkan oleh tantangan besar.

Menurut  Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, setidaknya ada tiga tantangan global  yang sedang dihadapi oleh Indonesia, bahkan seluruh bangsa dan negara di dunia. Tiga tantangan besar tersebut adalah tantangan teknologi, ekologi, dan ideologi.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa perjuangan bangsa ini belumlah usai, terutama bagi pemuda-pemudi Indonesia yang merupakan generasi penerus bangsa.

Terkait dengan tantangan teknologi, bangsa Indonesia, bahkan seluruh bangsa di dunia,  dihadapkan pada sejumlah persoalan, seperti disrupsi teknologi. Contoh nyata dari tantangan tersebut adalah hilangnya sebagian lapangan pekerjaan yang tergantikan oleh kecanggihan teknologi.

Jika pada sekitar awal tahun 2000-an, masyarakat masih bisa menggeluti pekerjaan sebagai penjaga warung telepon, pada masa sekarang, masyarakat tidak lagi dapat menggeluti pekerjaan tersebut karena kecanggihan teknologi menghadirkan ponsel pintar. Jika disrupsi dari teknologi itu dibiarkan begitu saja, maka banyak lagi lapangan pekerjaan yang terancam punah. Hal inilah yang perlu ditaklukkan oleh masyarakat dunia, terutama generasi muda.

Selanjutnya, berkenaan dengan tantangan di bidang ekologi, masyarakat dunia dihadapkan pada persoalan kenaikan suhu di antara 3 sampai dengan 3,5 derajat Celcius, kelangkaan sumber daya dan energi, serta perpindahan sukarela ataupun akibat perang dan konflik. Mau tidak mau, generasi muda perlu menyumbangkan pemikiran dan tindakan untuk menaklukkan tantangan tersebut agar bumi yang ditinggali oleh umat manusia dapat membaik.

Berikutnya, tantangan yang ketiga adalah mengenai ideologi yang mencakup politik mayoritarianisme, yakni pembuatan kebijakan politik yang mengedepankan suara kaum mayoritas dan supremasi identitas, persebaran narasi kebencian yang dimonetisasi atau diubah menjadi penghasilan, diskriminasi sosial, serta terorisme. Hal-hal tersebut berpotensi memicu keterbelahan, permusuhan, bahkan perpecahan.

Dalam menghadapi serta menaklukkan tiga tantangan global besar tersebut, semangat Sumpah Pemuda menjadi bekal penting yang perlu diolah dengan sebaik-baiknya oleh generasi muda bangsa ini. Hal tersebut bahkan telah dituangkan pada tema peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2022 ini, yaitu “Bersatu Bangun Bangsa”.

Dengan semangat bersatu membangun bangsa, pemuda-pemudi Indonesia dapat bergerak bersama demi meningkatkan kemampuan melawan disrupsi dari teknologi, membenahi bumi, dan menguatkan ketahanan bangsa dari virus perpecahan. Daya besar berupa semangat persatuan dan kesatuan, menjadi bekal untuk melewati berbagai tantangan zaman, demi membawa Tanah Air pada kemajuan. Hal itu telah dibuktikan oleh putra-putri Indonesia di masa lampau.

Dengan menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan, mereka mampu memperjuangkan kemerdekaan menghadapi pemerintahan kolonial terkuat di dunia sekali pun.

Mengutip yang disampaikan oleh Ilham Akbar Habibie, putra Presiden ketiga RI BJ Habibie saat mengenang kembali nasihat sang ayah, “Kalau bukan anak bangsa ini yang membangun bangsanya, siapa lagi? Jangan saudara mengharapkan orang lain yang datang membangun bangsa kita.”

Oleh karena itu, sudah saatnya, seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda yang akan memandu Indonesia mencapai tahun emasnya. Indonesia diharapkan menjadi negara keempat dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2045 mendatang, dengan tetap mempertahankan dan memperkuat persatuan serta kesatuan.

Selanjutnya, bergerak untuk membawa bangsa dan negara ini menaklukkan tantangan global. Dengan kekuatan dari setiap komponen bangsa, tidak mustahil Indonesia akan tampil sebagai negara maju yang mampu menyejahterakan rakyatnya.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
COPYRIGHT © ANTARA 2022