Jakarta (ANTARA) - Doktor Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan Hasto Kristiyanto berpendapat bangsa Indonesia harus membangun kepemimpinan dalam seluruh aspek kehidupan agar ideologi Pancasila menjadi pengarah kehidupan bagi rakyat Indonesia, bahkan dunia.
“Kita harus membangun kepemimpinan dalam seluruh aspek kehidupan agar Pancasila menjadi bintang pengarah, bukan hanya bagi Indonesia sendiri, melainkan juga bagi dunia,” kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam seminar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis.
Berkenaan dengan itu, Hasto berharap seluruh pihak di UIN Sunan Kalijaga dapat turut mempersiapkan diri membangun kepemimpinan itu, terutama terkait upaya menghadapi kondisi global saat ini.
Hal tersebut, ujar Hasto, sesuai dengan teori geopolitik Presiden Pertama RI Soekarno bahwa ketika diuji secara kuantitatif diketahui bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa dengan pertahanan yang hebat, apabila menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Oleh karena itu, tidak mungkin menjadi pemimpin yang hebat tanpa membangun tradisi intelektual yang kuat. Salah satu substansi dari pemikiran geopolitik Soekarno adalah bagaimana kita jadi pemimpin melalui tradisi intelektual yang membumi dalam alam pikir rakyat Indonesia," lanjut dia.
Dalam kesempatan sama, Hasto juga memaparkan keterkaitan antara sosok Soekarno dan pemikiran Islam yang didalaminya.
"Bagaimana Islam is a progress, yang berkemajuan, Soekarno mendapat terang dari Islam dan kemudian berubah jiwanya tentang cita-cita Islam dalam pembebasan umat manusia yang tertindas dan itu dijadikan sebagai suatu energi penggerak bagi Soekarno dalam mencapai kemerdekaan Indonesia," ujarnya.
Meskipun begitu, Hasto mengatakan Soekarno belum menemukan jawaban mengenai persoalan bangsa Indonesia menjadi bangsa terjajah ataupun masih ada rakyat di Tanah Air yang miskin.
"Kemudian, Bung Karno merumuskan penjajahan terjadi akibat kapitalisme atau suatu sistem yang menghisap dan menciptakan ketidakadilan serta konsentrasi kapital. Lalu, Bung Karno belajar tentang sejarah peradaban Nusantara dan peradaban dunia hingga melahirkan Pancasila yang seharusnya dijalankan secara progresif," tambah Hasto.
Belajar dari tradisi intelektual Soekarno itu, menurut Hasto, gerakan Islam harus berperan dalam konteks politik pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan membebaskan bangsa dari berbagai bentuk penjajahan.
"Bukankah Islam antipenindasan? Ini muncul dalam renungan kritis yang dilakukan oleh Soekarno. Atas dasar hal tersebut, Soekarno menggandrungi pemikiran sosialisme Islam H.O.S. Cokroaminoto,” tambah Hasto.
“Kita harus membangun kepemimpinan dalam seluruh aspek kehidupan agar Pancasila menjadi bintang pengarah, bukan hanya bagi Indonesia sendiri, melainkan juga bagi dunia,” kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam seminar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis.
Berkenaan dengan itu, Hasto berharap seluruh pihak di UIN Sunan Kalijaga dapat turut mempersiapkan diri membangun kepemimpinan itu, terutama terkait upaya menghadapi kondisi global saat ini.
Hal tersebut, ujar Hasto, sesuai dengan teori geopolitik Presiden Pertama RI Soekarno bahwa ketika diuji secara kuantitatif diketahui bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa dengan pertahanan yang hebat, apabila menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Oleh karena itu, tidak mungkin menjadi pemimpin yang hebat tanpa membangun tradisi intelektual yang kuat. Salah satu substansi dari pemikiran geopolitik Soekarno adalah bagaimana kita jadi pemimpin melalui tradisi intelektual yang membumi dalam alam pikir rakyat Indonesia," lanjut dia.
Dalam kesempatan sama, Hasto juga memaparkan keterkaitan antara sosok Soekarno dan pemikiran Islam yang didalaminya.
"Bagaimana Islam is a progress, yang berkemajuan, Soekarno mendapat terang dari Islam dan kemudian berubah jiwanya tentang cita-cita Islam dalam pembebasan umat manusia yang tertindas dan itu dijadikan sebagai suatu energi penggerak bagi Soekarno dalam mencapai kemerdekaan Indonesia," ujarnya.
Meskipun begitu, Hasto mengatakan Soekarno belum menemukan jawaban mengenai persoalan bangsa Indonesia menjadi bangsa terjajah ataupun masih ada rakyat di Tanah Air yang miskin.
"Kemudian, Bung Karno merumuskan penjajahan terjadi akibat kapitalisme atau suatu sistem yang menghisap dan menciptakan ketidakadilan serta konsentrasi kapital. Lalu, Bung Karno belajar tentang sejarah peradaban Nusantara dan peradaban dunia hingga melahirkan Pancasila yang seharusnya dijalankan secara progresif," tambah Hasto.
Belajar dari tradisi intelektual Soekarno itu, menurut Hasto, gerakan Islam harus berperan dalam konteks politik pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan membebaskan bangsa dari berbagai bentuk penjajahan.
"Bukankah Islam antipenindasan? Ini muncul dalam renungan kritis yang dilakukan oleh Soekarno. Atas dasar hal tersebut, Soekarno menggandrungi pemikiran sosialisme Islam H.O.S. Cokroaminoto,” tambah Hasto.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment