Tidak benar jika dikatakan KUHP Indonesia tidak sesuai dengan hak asasi manusia
Jakarta (ANTARA) - Juru bicara (Jubir) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Albert Aries membantah KUHP yang baru saja disahkan Pemerintah bersama DPR tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).

"Tidak benar jika dikatakan KUHP Indonesia tidak sesuai dengan hak asasi manusia," kata Jubir RUU KUHP Albert Aries melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Sebab, kata Albert, politik hukum yang terkandung dalam KUHP bertujuan untuk menghormati, dan menjunjung tinggi HAM berdasarkan Pancasila, Bineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.

"Kami tentu menghormati concern PBB terhadap isu-isu terkait masalah kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme," tegas dia.

Baca juga: Menkumham: KUHP upaya reformasi perluasan jenis pidana

Baca juga: Kemenkumham luruskan kekhawatiran Dubes AS soal RKUHP


Atas dasar itu KUHP mengatur semuanya dengan memerhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia dan juga kewajiban asasi manusia.

Ia kembali menegaskan bahwa KUHP sama sekali tidak mendiskriminasi perempuan, anak, dan kelompok minoritas lainnya termasuk pers. Seluruh ketentuan terkait berasal dari KUHP sebelumnya yang sedapat mungkin sudah disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi.

Salah satu contohnya ialah diadopsi nya ketentuan Pasal 6 huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ke dalam penjelasan Pasal 218 KUHP. Sehingga, penyampaian kritik tidak dipidana karena merupakan bentuk pengawasan, koreksi maupun saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Selain itu, ia mengatakan juga tidak tepat apabila KUHP dikatakan melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut kepercayaan minoritas. Sebab, dalam KUHP pengaturan tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan justru telah direformulasi dengan memerhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Keputusan untuk mengesahkan KUHP yang telah diinisiasi pembaruan nya sejak 1963 bukan karena target waktu, melainkan kebutuhan pembaruan hukum pidana dan sistem pemidanaan modern.

Baca juga: Menkumham: Masyarakat yang tidak setuju RUU KUHP bisa ajukan gugatan

"Sebagai negara hukum yang berdaulat, Indonesia akan senantiasa menghormati dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil," ujar dia.

Terakhir, untuk menghormati prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku secara universal, KUHP mengadopsi substansi dari the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950).

Termasuk juga mengadopsi the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022