Jakarta (ANTARA) - Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan dengan gamblang perihal ketahanan pangan.

Dalam undang-undang tersebut definisi ”Ketahanan Pangan” adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Maka sebenarnya ketahanan pangan merupakan persoalan yang sifatnya universal. Di negeri ini, ketahanan pangan telah dijadikan tujuan penting dan strategis dalam pembangunan pangan.

Komitmen untuk memperkuat ketahanan pangan pun sudah kerap kali disampaikan Pemerintah dalam berbagai kesempatan. Langkah terkini terkait dengan hal ini adalah adanya pernyataan dari Badan Pangan Nasional yang berkomitmen akan memperkokoh ketahanan pangan.

Badan Pangan Nasional (BAPANAS) sejak 29 Juli 2021 keberadaannya telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) di negeri ini. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang dalam salah satu pasalnya, mengamanatkan perlunya dibentuk lembaga pangan di tingkat nasional.

Maka dibentuklah Badan Pangan Nasional yang memiliki 11 fungsi yang saling terkait, baik dalam upaya mewujudkan Swasembada, Ketahanan, Kemandirian dan Kedaulatan Pangan, ataupun dalam memperkuat simpul koordinasi pangan, baik dalam hal perencanaan ataupun pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi antar-Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).

Kehadiran Badan Pangan Nasional dalam peta bumi pembangunan ekonomi bangsa, tentu patut disambut dengan kerja keras. Sangat keliru jika bangsa ini menyambutnya dengan setengah hati.

Badan Pangan Nasional adalah lembaga pangan yang akan menentukan mati hidupnya suatu bangsa. Badan Pangan Nasional menjadi garda terdepan dalam memperkokoh ketahanan pangan.

Jika dalam tahun 2021, negeri ini mampu membebaskan diri dari impor beras, maka menjadi tugas penting bagi Badan Pangan Nasional, agar di tahun-tahun berikutnya Indonesia tetap tidak melakukan impor beras.

Badan Pangan Nasional perlu membangun koordinasi berkualitas dengan Kementerian/Lembaga terkait agar swasembada beras yang baru diraih negara ini dapat dilestarikan secara berkelanjutan.

Namun begitu, tidak semua orang dapat menerima kehadiran Badan Pangan Nasional. Pro kontra wajar tercipta di sebuah negara demokrasi.

Ada sejumlah pihak yang menganggap keberadaan Badan Pangan Nasional tidak cukup efektif untuk mengatasi berbagai persoalan pangan di tanah air. Namun di sisi lain, justru sepakat Indonesia memerlukan badan khusus yang fokus mengurus segala hal yang terkait tentang persoalan pangan.

Pemerintah pun bertekad serupa untuk menghidupkan Badan Pangan Nasional di negeri tercinta. Sebab bangsa ini butuh lembaga pangan tingkat nasional yang kuat dan kokoh untuk mewujudkan ketahanan pangan yang hakiki.


Tetap Dibutuhkan

Faktanya memang Badan Pangan Nasional logikanya tetap dibutuhkan. Sebab lagi-lagi pangan adalah urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Itulah yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 sebagai turunan dari Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Badan Pangan Nasional inilah yang diharapkan akan menjaga dan mengawal urusan pangan di negeri tercinta ini. Badan Pangan Nasional menjadi lembaga penanggung jawab utama dalam hal pembangunan pangan.

Maka Badan Pangan Nasional dituntut untuk dapat membuat analisis terhadap cadangan pangan, sekaligus memikirkan langkah nyata agar kemandirian dan kedaulatan pangan segera dapat terwujud.

Sebagai urusan wajib, seluruh elemen bangsa ini tidak boleh main-main dalam mengelola pangan. Di awali dengan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi, pembangunan pangan perlu digarap dengan sungguh-sungguh.

Pangan adalah urusan yang sifatnya multi-sektor dan multi-pihak. Akibatnya wajar, bila politik anggaran untuk mendukungnya, perlu dirumuskan politik anggaran multi-sektor.

Badan Pangan Nasional kini telah mulai berkiprah. Memasuki tahun kedua sejak dibentuknya, Badan Pangan Nasional tampak sudah banyak berbuat.

Pesan Presiden lewat Perpres Nomor 66 Tahun 2021, betul-betul tampak dilaksanakan dengan serius. Badan Pangan Nasional terlihat berusaha membuat simpul koordinasi yang lebih berkualitas dengan dengan.

Simpul koordinasi memang menjadi dibutuhkan setelah Pemerintah membubarkan Dewan Ketahanan Pangan. Dari gambaran yang demikian, banyak daerah yang mempertanyakan lembaga seperti apa yang dapat menggantikan posisi Dewan Ketahanan Pangan.

Sebagaimana yang diketahui, Dewan Ketahanan Pangan merupakan lembaga ad hoc yang langsung diketuai oleh Presiden dan Kepala Daerah.

Oleh karena itu, jika ada persoalan mendesak dan butuh penanganan segera, maka dengan kewenangan Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota dapat langsung mengambil tindakan.

Alih-alih membentuk Badan Pangan Daerah, Pemerintah menyatakan tetap akan mengoptimalkan keberadaan Satuan Kerja Pemerintahan Daerah yang menangani urusan ketahanan pangan di daerah.

Namun apapun pilihannya, tujuannya tetap serupa bahwa bangsa ini memerlukan sebuah komitmen nyata untuk memperkokoh ketahanan pangan.

Sebab ketahanan pangan bangsa dan negara ini memang harus selalu diperkokoh. Bangsa ini jangan pernah lengah. Pangan adalah mati dan hidupnya suatu bangsa.

Itu sebabnya ketika Badan Pangan Nasional berkomitmen untuk memperkokoh Ketahanan Pangan, tentu patut diberi acungan jempol. Sebab, siapa lagi yang harus menjadi leading sector dalam upaya pengembangan pangan sekaligus mengatasi berbagai persoalan dan masalah pangan jika bukan Badan Pangan Nasional itu sendiri dengan dukungan kuat dari seluruh elemen bangsa ini.


*) Entang Sastraatmadja; Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
 

COPYRIGHT © ANTARA 2022