Jakarta (ANTARA) - Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani menyebut bahwa berdasarkan data survei yang dilakukan sejak tahun 2015 hingga 2022 tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi cenderung menguat pada angka rata-rata 70 persen.
Adapun survei terakhir SMRC yang dilakukan Desember 2022 tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi berada pada angka 74,2 persen.
“Kita konsisten mendapatkan respons pada angka di atas 70 persen,” kata Saiful dalam program bertajuk “Kinerja Presiden dan Penundaan Pemilu” yang disiarkan di kanal YouTube SMRC TV, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Meski mendapat approval rating yang tinggi, ia memaparkan hasil survei SMRC Mei 2021, September 2021, Maret 2022, dan Oktober 2022 menunjukkan mayoritas publik ingin tetap mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua periode dan masing-masing selama lima tahun.
“Dalam empat kali survei tersebut, rata-rata 77 persen publik yang ingin ketentuan itu dipertahankan, sementara yang ingin mengubahnya hanya 13 persen,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa dari rata-rata 13 persen yang ingin perubahan ketentuan masa jabatan presiden, ternyata ada rata-rata 43 persen yang menyatakan agar ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali saja selama lima tahun.
Baca juga: Survei SMRC: Ganjar unggul di posisi teratas elektabilitas capres
Baca juga: Survei SMRC sebut PDI Perjuangan raih dukungan publik terbesar
Kemudian, lanjut dia, yang menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali selama delapan tahun sebanyak tujuh persen dan menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali selama 10 tahun sebanyak empat persen.
“Mayoritas dari itu menginginkan agar peraturan itu (masa jabatan presiden) dipersempit bukan ditambah lebih dari dua kali. Malah dikurangi menjadi hanya satu kali atau satu kali selama lima tahun, delapan tahun atau sepuluh tahun,” ucapnya.
Adapun sisanya, ujar dia, yang menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi tiga kali dengan masing-masing lima tahun sebanyak 27 persen, menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden boleh lebih dari tiga kali dengan masing-masing lima tahun sebanyak 17 persen, sedangkan dua persen lainnya menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Saiful menyebut data tersebut menunjukkan fenomena yang menarik karena di satu sisi rakyat menyatakan puas dan memuji kinerja Presiden Jokowi, namun di sisi lain prosedur pemilu, demokrasi, dan pembatasan kekuasaan dipegang pula oleh masyarakat.
“Itu artinya kalau Pak Jokowi bagus kinerjanya, ya (rakyat) terima, ya itu bagus memang tapi tidak berarti harus terus berkuasa,” katanya.
Adapun survei terakhir SMRC yang dilakukan Desember 2022 tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi berada pada angka 74,2 persen.
“Kita konsisten mendapatkan respons pada angka di atas 70 persen,” kata Saiful dalam program bertajuk “Kinerja Presiden dan Penundaan Pemilu” yang disiarkan di kanal YouTube SMRC TV, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Meski mendapat approval rating yang tinggi, ia memaparkan hasil survei SMRC Mei 2021, September 2021, Maret 2022, dan Oktober 2022 menunjukkan mayoritas publik ingin tetap mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua periode dan masing-masing selama lima tahun.
“Dalam empat kali survei tersebut, rata-rata 77 persen publik yang ingin ketentuan itu dipertahankan, sementara yang ingin mengubahnya hanya 13 persen,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa dari rata-rata 13 persen yang ingin perubahan ketentuan masa jabatan presiden, ternyata ada rata-rata 43 persen yang menyatakan agar ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali saja selama lima tahun.
Baca juga: Survei SMRC: Ganjar unggul di posisi teratas elektabilitas capres
Baca juga: Survei SMRC sebut PDI Perjuangan raih dukungan publik terbesar
Kemudian, lanjut dia, yang menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali selama delapan tahun sebanyak tujuh persen dan menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi satu kali selama 10 tahun sebanyak empat persen.
“Mayoritas dari itu menginginkan agar peraturan itu (masa jabatan presiden) dipersempit bukan ditambah lebih dari dua kali. Malah dikurangi menjadi hanya satu kali atau satu kali selama lima tahun, delapan tahun atau sepuluh tahun,” ucapnya.
Adapun sisanya, ujar dia, yang menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden diubah menjadi tiga kali dengan masing-masing lima tahun sebanyak 27 persen, menyatakan ingin ketentuan masa jabatan presiden boleh lebih dari tiga kali dengan masing-masing lima tahun sebanyak 17 persen, sedangkan dua persen lainnya menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Saiful menyebut data tersebut menunjukkan fenomena yang menarik karena di satu sisi rakyat menyatakan puas dan memuji kinerja Presiden Jokowi, namun di sisi lain prosedur pemilu, demokrasi, dan pembatasan kekuasaan dipegang pula oleh masyarakat.
“Itu artinya kalau Pak Jokowi bagus kinerjanya, ya (rakyat) terima, ya itu bagus memang tapi tidak berarti harus terus berkuasa,” katanya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment