Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara yang mempersatukan kemajemukan bangsa Indonesia merupakan takdir Tuhan.
“Pancasila sebagai ideologi yang mempersatukan bagi saya adalah takdir Tuhan. Maka barang siapa menentang kemajemukan bangsa Indonesia sesungguhnya mereka juga sedang menentang takdir Tuhan itu sendiri,” kata Basarah dalam acara perayaan Natal bertajuk "Damai di hati Damai di Bumi" dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Basarah mengatakan bahwa para pendiri bangsa menjadikan Pancasila sebagai dasar negara guna menyatukan bangsa Indonesia yang majemuk dengan beragam suku, agama, etnis, hingga bahasa.
Sehingga, lanjut dia, diharapkan Pancasila dapat menjadi “meja statis” atau suatu tempat berpijak yang menyatukan seluruh elemen bangsa, sekaligus “leitstar dinamis” atau bintang penuntun yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya.
“Maka Bung Karno menemukanlah mutiara saripatinya budaya bangsa Indonesia yang kemudian dikonseptualisasikan dalam pidato 1 Juni 1945 yang kemudian kita sepakati menjadi dasar dan ideologi negara kita,” katanya.
Ia menyebut Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang utopi, melainkan ideologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat (living ideology). “Ideologi yang bekerja di tengah bangsanya sendiri, jadi bukan ideologi yang utopi, ideologi yang tidak bisa dibumikan,” ucapnya.
Sebagai living ideology, kata Basarah, maka yang pertama harus dilakukan ialah dengan meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila; kemudian menghayati, mempelajari, serta memahaminya.
Pelembagaan Pancasila, lanjut dia, menjadi penting untuk dapat membumikan kembali Pancasila agar tak menjadi ideologi yang utopi melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat diamalkan, salah satunya dengan hadirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Wacana atau instruksi Ibu Megawati kepada jajarannya di Komisi X DPR RI agar merevisi Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) memasukkan kembali mata pelajaran Pancasila dan Ibu Mega sendiri memimpin langsung sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP,” tuturnya.
Ia mengatakan konsistensi dalam memegang teguh dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila merupakan faktor penting untuk dapat mencapai tujuan dari berbangsa dan bernegara.
Menurut dia, tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat menjadi bangsa besar ketika tidak berpedoman pada falsafah bangsanya sendiri lantaran setiap bangsa memiliki cara pandang hidup berikut adat istiadat yang berbeda pula.
“Bangsa Indonesia tidak mungkin dapat menjadi bangsa yang besar kalau kita menjiplak falsafah bangsa Arab Saudi misalnya, menjiplak falsafah bangsa Tiongkok atau menjiplak bangsa Amerika atau bangsa lain,” ujarnya.
“Pancasila sebagai ideologi yang mempersatukan bagi saya adalah takdir Tuhan. Maka barang siapa menentang kemajemukan bangsa Indonesia sesungguhnya mereka juga sedang menentang takdir Tuhan itu sendiri,” kata Basarah dalam acara perayaan Natal bertajuk "Damai di hati Damai di Bumi" dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Basarah mengatakan bahwa para pendiri bangsa menjadikan Pancasila sebagai dasar negara guna menyatukan bangsa Indonesia yang majemuk dengan beragam suku, agama, etnis, hingga bahasa.
Sehingga, lanjut dia, diharapkan Pancasila dapat menjadi “meja statis” atau suatu tempat berpijak yang menyatukan seluruh elemen bangsa, sekaligus “leitstar dinamis” atau bintang penuntun yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya.
“Maka Bung Karno menemukanlah mutiara saripatinya budaya bangsa Indonesia yang kemudian dikonseptualisasikan dalam pidato 1 Juni 1945 yang kemudian kita sepakati menjadi dasar dan ideologi negara kita,” katanya.
Ia menyebut Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang utopi, melainkan ideologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat (living ideology). “Ideologi yang bekerja di tengah bangsanya sendiri, jadi bukan ideologi yang utopi, ideologi yang tidak bisa dibumikan,” ucapnya.
Sebagai living ideology, kata Basarah, maka yang pertama harus dilakukan ialah dengan meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila; kemudian menghayati, mempelajari, serta memahaminya.
Pelembagaan Pancasila, lanjut dia, menjadi penting untuk dapat membumikan kembali Pancasila agar tak menjadi ideologi yang utopi melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat diamalkan, salah satunya dengan hadirnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Wacana atau instruksi Ibu Megawati kepada jajarannya di Komisi X DPR RI agar merevisi Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) memasukkan kembali mata pelajaran Pancasila dan Ibu Mega sendiri memimpin langsung sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP,” tuturnya.
Ia mengatakan konsistensi dalam memegang teguh dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila merupakan faktor penting untuk dapat mencapai tujuan dari berbangsa dan bernegara.
Menurut dia, tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat menjadi bangsa besar ketika tidak berpedoman pada falsafah bangsanya sendiri lantaran setiap bangsa memiliki cara pandang hidup berikut adat istiadat yang berbeda pula.
“Bangsa Indonesia tidak mungkin dapat menjadi bangsa yang besar kalau kita menjiplak falsafah bangsa Arab Saudi misalnya, menjiplak falsafah bangsa Tiongkok atau menjiplak bangsa Amerika atau bangsa lain,” ujarnya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment