Apabila terjadi 'force majeure' berupa kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan sebagian atau seluruh tahapan
Jakarta (ANTARA) -Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa wacana penundaan pemilu masih prematur untuk dibicarakan saat ini.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menegaskan bahwa MPR RI akan menaati UUD NRI 1945 agar pelaksanaan pemilu dilaksanakan sesuai jadwal setiap lima tahun sekali yakni pada tahun 2024.
Dia mengatakan bahwa penundaan pemilu hanya bisa dilakukan apabila ada suatu keadaan force majeure sebagaimana diatur di dalam konstitusi maupun undang-undang.
"Apabila terjadi force majeure berupa kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan sebagian atau seluruh tahapan," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu: Putusan PN Jakpus posisikan penyelenggara pemilu dilematis
Baca juga: Dirjen Polpum Kemendagri: Pemerintah tak pernah berpikir tunda pemilu
Baca juga: Bawaslu: Putusan PN Jakpus posisikan penyelenggara pemilu dilematis
Baca juga: Dirjen Polpum Kemendagri: Pemerintah tak pernah berpikir tunda pemilu
Bamsoet kemudian menyinggung wacana penundaan pemilu yang mencuat usai keluarnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
Dia menyebut bahwa saat ini pengaturan terkait penundaan pemilu belum ada karena penyusunan amandemen ke-4 UUD NRI 1945 hanya mengatur periodesasi masa jabatan bagi presiden/wakil presiden, DPR/DPD/MPR dan DPRD di tingkat provinsi, kota/kabupaten.
"Karena dalam konstitusi hanya ada pengaturan masa jabatan presiden dan jabatan-jabatan lain yang berasal dari pemilu berakhir 20 Oktober setiap lima tahun sekali," ucapnya.
Untuk itu, dia mempertanyakan bagaimana dengan perpanjangan masa jabatan presiden, wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD di tingkat provinsi, kota/kabupaten yang habis pada tahun 2024 apabila penundaan pemilu terjadi.
"Apakah mereka tetap atau akan digantikan oleh pelaksana tugas ataupun pejabat sementara? Kepala daerah jelas ada Plt. Tetapi bagaimana dengan presiden, wakil presiden, anggota DPR, MPR, DPD dan DPRD? Apakah disebut Plt presiden, Plt wakil presiden, Plt anggota DPR dan seterusnya," tuturnya.
Menurut dia, perlu dipikirkan aturan hukum baru mengenai masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD di tingkat provinsi, kota/kabupaten apabila terjadi penundaan pemilu karena situasi force majeure.
Sebab, tambah dia, perpanjangan atau penambahan masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR, MPR, DPD dan DPRD belum di dalam konstitusi maupun perundang-undangan.
Baca juga: Puan: Perlu politik hukum sikapi putusan terkait penundaan pemilu
Baca juga: KPU ajukan banding atas putusan PN Jakpus pada Jumat
Baca juga: Puan: Perlu politik hukum sikapi putusan terkait penundaan pemilu
Baca juga: KPU ajukan banding atas putusan PN Jakpus pada Jumat
"Coba bayangkan kalau COVID-19 baru mulai hari ini, apakah dimungkinkan 2024 digelar pemilu? Karena bencana pandemi tidak hanya berskala nasional, tapi internasional," katanya.
Dia menambahkan bahwa diskursus terkait aturan hukum baru mengenai masa jabatan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD apabila penundaan pemilu terjadi karena situasi force majeure dapat dibangun dalam konteks antisipatif.
"Menarik untuk dikaji oleh para stakeholder (pemangku kepantingan) bangsa. Semuanya perlu kita pikirkan dan atur guna mengantisipasi segala hal yang mungkin terjadi," tutur Bamsoet.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain, Anggota Komisi III DPR RI Benny K. Harman, Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, hingga Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal MPR RI Siti Fauziah.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment