Mereka tahu pemilu, tapi kenapa harus didata lagi? Pertanyaannya selalu itu. Jadi susah juga menjelaskannya,
Kuala Lumpur (ANTARA) - Pesan singkat masuk di aplikasi Whatsapp, berisi lokasi pertemuan nanti malam di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang.

Rencananya beberapa Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) untuk wilayah kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Penang akan berkumpul di sana melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk Pemilu 2024.

“Maaf, Kak, agak telat, baru pulang kerja, macet juga,” kata Santi, melalui pesan Whatsapp mendekati pukul 19.00 waktu setempat. Masih ada sisa waktu sekitar 30 menit dari kesepakatan bertemu.

Pulau Pinang atau Penang merupakan satu negara bagian di Malaysia terletak di pesisir barat laut Semenanjung Malaysia, berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pulau mungil itu dikenal baik oleh masyarakat Indonesia sebagai lokasi wisata, pusat industri, sekaligus pengobatan.

Pertumbuhan ketiga sektor itu begitu terasa, terlebih pascapandemi COVID-19 sehingga berpengaruh pula dengan kondisi lalu lintas di sana. Kemacetan menjadi hal lumrah terlihat di pulau itu, terutama pada saat jam berangkat dan pulang kerja.

Santi, pekerja migran asal Sumatera Utara, yang memiliki nama lengkap Santi Mei Linda, berpartisipasi menyiapkan pesta demokrasi mendatang dengan menjadi Pantarlih di Penang. Malam itu ia bersama beberapa rekan Pantarlih lainnya melakukan coklit di Sri Aman Food Court.
 
Petugas Pemutakhiran Data Pemilu (Pantarlih) Penang Santi Mei Linda menyiapkan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang, Rabu (15/3/2023). ANTARA/Virna P Setyorini



Mereka “berburu” WNI untuk mendapatkan data pemilih baru sebanyak-banyaknya untuk Pemilu 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang memberikan waktu 2 bulan, dari 12 Februari sampai dengan 11 April 2023. Namun secara efektif mereka hanya dapat bekerja kurang dari waktu yang ditetapkan tersebut sehingga membuat mereka perlu bekerja ekstra.

Sekitar 75.000 Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diperoleh dari KPU, menurut Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Penang Nani Kurniasari, juga tidak bisa langsung dilakukan pencocokan dan penelitian. Data tersebut ada yang ganda, identitasnya tidak jelas, alamatnya tidak jelas, hingga tidak tercantum dokumen keimigrasian.

Oleh karena itu, butuh waktu bagi PPLN merapikan DP4 sebelum mengunggahnya ke Sistem Pendaftara Pemilih (Sidalih) dan dilakukan coklit oleh Pantarlih.

Untuk menghindari kehilangan waktu lebih banyak, Pantarlih di sana turun ke lapangan, berburu langsung warga negara Indonesia (WNI) untuk mendatanya sebagai pemilih baru.


Ke lokasi WNI berkumpul

Santi dengan beberapa Pantarlih di Pulau Pinang sepakat turun ke lapangan bersama-sama. Meski mereka seharusnya bekerja sendiri-sendiri, akhirnya memilih bersama untuk menghindari penolakan oleh WNI.

Menurut Santi, penolakan dari WNI itu ada dan cukup banyak, terlebih saat Pantarlih bekerja sendiri, tidak menggunakan atribut atau identitas sebagai Pantarlih. Terlebih jika Pantarlih menemui mereka yang tidak memiliki dokumen lengkap.
 
Formulir pendaftaran Pemilu 2024 dari Petugas Pemutakhiran Data Pemilu (Pantarlih) Penang disiapkan untuk pencocokan dan penilaian oleh masyarakat PPLN di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang, Rabu (15/3/2023). ANTARA/Virna P Setyorini



Karenanya pada malam itu, usai pulang kerja, Santi bersama empat rekan Pantarlih lain, yakni Jamaluddin Wali, Anggi Ramadhani Situmorang, Khozaeni Rahmad, dan Ferdio Ghifary Fidhien janji bertemu di pujasera atau food court salah satu pusat perbelanjaan di Bukit Jambul. Salah satu lokasi yang digemari WNI berkumpul.

Sekitar pukul 20.00 waktu setempat, dengan mengenakan rompi Pantarlih berwarna dasar coklat muda, lengkap dengan lambang KPU, serta mengenakan tanda pengenal, Santi tiba pertama disusul rekan-rekan lainnya.

Sambil menunggu rekan-rekannya, Santi mengajak ANTARA memanfaatkan waktu yang ada untuk makan malam terlebih dulu, sambil menikmati live music dari salah satu band Malaysia yang secara fasih mempersembahkan lagu-lagu berbahasa Indonesia.

Santi mengatakan ada beberapa kendala yang memang dihadapi para Pantarlih saat melakukan coklit, menurut Santi. Beberapa di antaranya yakni sulit menjangkau alamat WNI yang tercantum di DP4 atau Sidalih.

Kendala lain yakni respons penolakan dari WNI. Dan terakhir, ia menyebutkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pencocokan dan penelitian data pemilih untuk Pemilu.

“Mereka tahu pemilu, tapi kenapa harus didata lagi? Pertanyaannya selalu itu. Jadi susah juga menjelaskannya,” kata Santi.

Tidak lama berselang rekan-rekan Santi lainnya datang, lengkap dengan atribut Pantarlih, tentunya. Mulailah mereka mendatangi satu per satu meja yang ada di area pujasera tersebut, menanyakan status kewarganegaraan mereka, memastikan WNI, sebelum menyodorkan formulir pendataan pemilih untuk Pemilu 2024.

Mereka tahu betul lokasi tersebut menjadi favorit para pekerja migran Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik yang ada di Pulau Pinang. Hampir mayoritas meja di pujasera tersebut diduduki WNI, yang tentu saja datang dari berbagai provinsi di Tanah Air.
 
Petugas Pemutakhiran Data Pemilu (Pantarlih) Penang foto bersama usai melakukan pencocokan dan penilaian oleh masyarakat PPLN di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang, Rabu (15/3/2023). ANTARA/Virna P Setyorini



Khozaeni Rahmad yang akrab mereka sapa Pak e bersama dengan Jamaluddin Wali juga mendatangi beberapa meja di sana dan berhasil melakukan coklit.

Dengan memberikan penjelasan singkat mengenai keberadaan mereka untuk mendata WNI untuk keperluan pencoblosan pada Pemilu 2024 nanti, kegiatan mencoklit menjadi lebih mudah. Ada yang bersedia ada pula yang tidak bisa ikut coklit karena tidak membawa identitas diri.

Menurut Pak e, seharusnya sosialisasi mengenai adanya proses coklit dalam rangkaian pelaksanaan Pemilu 2024 kepada masyarakat menjadi bahan catatan KPU untuk pelaksanaan berikutnya. Dengan cara itu mengurangi risiko golput dari WNI yang ada di Malaysia.

Bukan apa-apa, aksi kejahatan digital cukup marak. Itu alasan lain mengapa WNI di Malaysia menjadi enggan untuk memberikan identitas mereka begitu saja kepada pihak yang tidak mereka yakni bertanggung jawab.

Hal lain, menurut Pak e, juga jadi persoalan dalam melakukan coklit data pemilih untuk Pemilu 2024 adalah waktunya yang begitu singkat, yang secara efektif pelaksanaannya kurang dari 2 bulan.

Hingga akhirnya lagu Suci dalam Debu yang populer di era 1990-an oleh Grup Band Iklim asal Malaysia itu mulai terdengar. Jarum pendek jam tak terasa sudah menunjuk ke angka 10, sedangkan jarum panjang di angka delapan.

Kegiatan coklit para pahlawan demokrasi demi terselenggaranya Pemilu 2024 itu ikut selesai untuk sementara malam itu, setelah lagu Suci dałam Debu berakhir dinyanyikan. Mereka rehat sejenak untuk kembali lagi menemui WNI di Penang pada hari berikutnya hingga berakhirnya masa coklit di luar negeri.














 

Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2023