Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan perlu ada penyamaan persepsi antara semua pihak terkait guna menghadapi kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit nasional.
"Untuk menghadapi persepsi negatif terhadap industri sawit Indonesia, maka perlu menyamakan persepsi Pemerintah, pelaku usaha, petani, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat," kata Eddy dalam laporannya pada acara pengukuhan pengurus Gapki periode 2023-2028 di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.
Dia menyampaikan berbagai strategi dan pendekatan perlu dilakukan secara terkoordinasi untuk menghilangkan kesalahan persepsi negatif tentang pengelolaan industri sawit Indonesia di mata dunia.
Oleh karena itu, lanjutnya, struktur kepengurusan Gapki yang baru saja dikukuhkan merupakan upaya untuk menghadapi tantangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kelapa sawit kini telah menjadi salah satu komoditas andalan Pemerintah, khususnya sebagai sumber pangan dan energi, tambahnya.
Menurut Eddy, Indonesia menjadi produsen, konsumen, dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia. Pada 2022, pangsa produksi sebesar 59 persen, pangsa ekspor sebesar 54 persen, dan pangsa konsumsi sebesar 27 persen.
"Sehingga peran industri sawit Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dunia sangat penting, terlebih lagi untuk kebutuhan di dalam negeri," jelasnya.
Baca juga: Kemenkeu: Penerimaan bea keluar produk sawit Rp2,3 triliun per Maret
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam arahannya meminta semua pihak terkait untuk membuat strategi guna melakukan kampanye positif industri sawit nasional, yang selama ini dituding sebagai penyebab perubahan iklim.
"Produksi CPO (sawit mentah) Indonesia yang sangat besar telah memunculkan kampanye negatif yang menuduh kelapa sawit sebagai penyebab terjadinya perubahan iklim. Tentu ini menjadi tugas kita bersama, Pemerintah, pengusaha kelapa sawit, petani kelapa sawit, beserta semua stakeholder terkait untuk menyusun strategi dan melakukan kampanye positif guna menekan isu tersebut," kata Ma'ruf Amin.
Tantangan global semakin menguat sejak Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit (CPO) dunia pada tahun 2006, katanya. Indonesia pun mendapat berkah besar karena permintaan produk olahan kelapa sawit terus meningkat. Namun, lanjut Wapres, hal itu memunculkan kampanye negatif terhadap industri sawit di Indonesia.
Menurut Ma'ruf Amin, argumen utama kampanye negatif sawit tersebut ialah kelapa sawit nasional dianggap merusak lingkungan, merusak hutan, menyerap banyak air, menyebabkan pemanasan global, merusak lahan gambut, serta minyak yang dihasilkan mengandung lemak.
Wapres Ma'ruf Amin meminta seluruh pihak terkait harus dapat berkomunikasi terkait informasi dan kebijakan secara efektif, serta membuktikan bahwa upaya pengembangan industri kelapa sawit nasional tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan.
Baca juga: Wapres dorong strategi kampanye positif industri kelapa sawit
Baca juga: USK-Czech University jajaki kerja sama kolaborasi riset sawit
"Untuk menghadapi persepsi negatif terhadap industri sawit Indonesia, maka perlu menyamakan persepsi Pemerintah, pelaku usaha, petani, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat," kata Eddy dalam laporannya pada acara pengukuhan pengurus Gapki periode 2023-2028 di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.
Dia menyampaikan berbagai strategi dan pendekatan perlu dilakukan secara terkoordinasi untuk menghilangkan kesalahan persepsi negatif tentang pengelolaan industri sawit Indonesia di mata dunia.
Oleh karena itu, lanjutnya, struktur kepengurusan Gapki yang baru saja dikukuhkan merupakan upaya untuk menghadapi tantangan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kelapa sawit kini telah menjadi salah satu komoditas andalan Pemerintah, khususnya sebagai sumber pangan dan energi, tambahnya.
Menurut Eddy, Indonesia menjadi produsen, konsumen, dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia. Pada 2022, pangsa produksi sebesar 59 persen, pangsa ekspor sebesar 54 persen, dan pangsa konsumsi sebesar 27 persen.
"Sehingga peran industri sawit Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dunia sangat penting, terlebih lagi untuk kebutuhan di dalam negeri," jelasnya.
Baca juga: Kemenkeu: Penerimaan bea keluar produk sawit Rp2,3 triliun per Maret
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam arahannya meminta semua pihak terkait untuk membuat strategi guna melakukan kampanye positif industri sawit nasional, yang selama ini dituding sebagai penyebab perubahan iklim.
"Produksi CPO (sawit mentah) Indonesia yang sangat besar telah memunculkan kampanye negatif yang menuduh kelapa sawit sebagai penyebab terjadinya perubahan iklim. Tentu ini menjadi tugas kita bersama, Pemerintah, pengusaha kelapa sawit, petani kelapa sawit, beserta semua stakeholder terkait untuk menyusun strategi dan melakukan kampanye positif guna menekan isu tersebut," kata Ma'ruf Amin.
Tantangan global semakin menguat sejak Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit (CPO) dunia pada tahun 2006, katanya. Indonesia pun mendapat berkah besar karena permintaan produk olahan kelapa sawit terus meningkat. Namun, lanjut Wapres, hal itu memunculkan kampanye negatif terhadap industri sawit di Indonesia.
Menurut Ma'ruf Amin, argumen utama kampanye negatif sawit tersebut ialah kelapa sawit nasional dianggap merusak lingkungan, merusak hutan, menyerap banyak air, menyebabkan pemanasan global, merusak lahan gambut, serta minyak yang dihasilkan mengandung lemak.
Wapres Ma'ruf Amin meminta seluruh pihak terkait harus dapat berkomunikasi terkait informasi dan kebijakan secara efektif, serta membuktikan bahwa upaya pengembangan industri kelapa sawit nasional tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan.
Baca juga: Wapres dorong strategi kampanye positif industri kelapa sawit
Baca juga: USK-Czech University jajaki kerja sama kolaborasi riset sawit
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment