Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengatakan proses rekonsiliasi warga Sampang, Jawa Timur, sebagai korban konflik keagamaan memerlukan kerja sama dari semua pihak.
"Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerja sama semua pihak; sehingga warga Sampang yang terlibat konflik itu mau berkomunikasi sampai akhirnya mereka mau menjemput saudaranya sendiri yang dulu pernah dimusuhi," kata Rumadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Rumadi mengatakan hal itu berkaitan dengan penjemputan kembali 265 jiwa dari 62 kepala keluarga (KK) warga Sampang selaku penyintas korban konflik keagamaan di pengungsian Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (4/5).
Dia mengatakan penjemputan kembali penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan itu merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan penyelesaian konflik sosial keagamaan masa lalu.
Baca juga: Mahfud: Pemerintah tidak sampaikan maaf soal pelanggaran HAM berat
Menurut Rumadi, penjemputan secara bertahap terhadap penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan menunjukkan pemerintah terus bekerja melakukan rekonsiliasi dan cipta kondisi, agar warga Sampang yang sudah 12 tahun di pengungsian bisa pulang ke kampung halamannya.
"Proses rekonsiliasi warga Sampang yang pernah terlibat konflik keagamaan, sehingga terjadi pengusiran, bukan hal yang mudah," tambahnya.
Rumadi mengapresiasi semua pihak, baik dari unsur masyarakat, kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, serta pemerintah daerah yang berani mengambil prakarsa dan terobosan sehingga tumbuh saling percaya di antara warga yang dulu terlibat konflik.
"Tanpa prakarsa untuk menumbuhkan sikap saling percaya, proses rekonsiliasi tidak pernah terjadi," katanya.
Baca juga: AICHR sebut ASEAN harus mempunyai 'rumah' HAM menuju 2045
Dia berharap peristiwa konflik Sampang menjadi pelajaran bagi seluruh komponen bangsa agar semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Sebab, lanjutnya, jika konflik pecah menjadi kekerasan, maka perlu lama untuk menyembuhkan luka sosial yang muncul.
"Keanekaragaman bangsa Indonesia harus kita jaga. Toleransi harus terus menerus kita tumbuhkan," ujar Rumadi.
Sebagai informasi, penjemputan warga Sampang korban konflik keagamaan telah dilakukan pada tahap kedua. Sebelumnya, penjemputan pertama penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan dilakukan pada 29 April 2022 terhadap sebanyak 53 jiwa dari 14 KK.
Dengan penjemputan tahap kedua tersebut, warga Sampang yang masih tinggal di pengungsian Jemundo tersisa 25 jiwa dari lima KK.
Baca juga: Bupati Sampang sambut kedatangan penyintas Syiah
"Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerja sama semua pihak; sehingga warga Sampang yang terlibat konflik itu mau berkomunikasi sampai akhirnya mereka mau menjemput saudaranya sendiri yang dulu pernah dimusuhi," kata Rumadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Rumadi mengatakan hal itu berkaitan dengan penjemputan kembali 265 jiwa dari 62 kepala keluarga (KK) warga Sampang selaku penyintas korban konflik keagamaan di pengungsian Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (4/5).
Dia mengatakan penjemputan kembali penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan itu merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan penyelesaian konflik sosial keagamaan masa lalu.
Baca juga: Mahfud: Pemerintah tidak sampaikan maaf soal pelanggaran HAM berat
Menurut Rumadi, penjemputan secara bertahap terhadap penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan menunjukkan pemerintah terus bekerja melakukan rekonsiliasi dan cipta kondisi, agar warga Sampang yang sudah 12 tahun di pengungsian bisa pulang ke kampung halamannya.
"Proses rekonsiliasi warga Sampang yang pernah terlibat konflik keagamaan, sehingga terjadi pengusiran, bukan hal yang mudah," tambahnya.
Rumadi mengapresiasi semua pihak, baik dari unsur masyarakat, kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, serta pemerintah daerah yang berani mengambil prakarsa dan terobosan sehingga tumbuh saling percaya di antara warga yang dulu terlibat konflik.
"Tanpa prakarsa untuk menumbuhkan sikap saling percaya, proses rekonsiliasi tidak pernah terjadi," katanya.
Baca juga: AICHR sebut ASEAN harus mempunyai 'rumah' HAM menuju 2045
Dia berharap peristiwa konflik Sampang menjadi pelajaran bagi seluruh komponen bangsa agar semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Sebab, lanjutnya, jika konflik pecah menjadi kekerasan, maka perlu lama untuk menyembuhkan luka sosial yang muncul.
"Keanekaragaman bangsa Indonesia harus kita jaga. Toleransi harus terus menerus kita tumbuhkan," ujar Rumadi.
Sebagai informasi, penjemputan warga Sampang korban konflik keagamaan telah dilakukan pada tahap kedua. Sebelumnya, penjemputan pertama penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan dilakukan pada 29 April 2022 terhadap sebanyak 53 jiwa dari 14 KK.
Dengan penjemputan tahap kedua tersebut, warga Sampang yang masih tinggal di pengungsian Jemundo tersisa 25 jiwa dari lima KK.
Baca juga: Bupati Sampang sambut kedatangan penyintas Syiah
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment