Jakarta (ANTARA) - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa kesalehan yang dimiliki seseorang, baik subjektif merasa saleh maupun objektif karena banyak menjalankan ritual ibadah, dapat menurunkan dukungannya terhadap kekerasan ekstrem.
"Kesalehan, baik subjektif maupun objektif, menurunkan dukungan terhadap kekerasan ekstrem," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan hal itu mendiseminasikan hasil survei "Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem, Toleransi, dan Kehidupan Beragama di Indonesia" di Jakarta pada Kamis (4/5).
Selain kesalehan, Djayadi menambahkan kepuasan atas kinerja presiden juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tinggi atau rendahnya dukungan terhadap kekerasan ekstrem.
Ia menyampaikan bahwa warga, dalam hal ini muslim, yang merasa puas terhadap kinerja presiden cenderung tidak mendukung organisasi yang menerapkan kekerasan ekstrem.
"Muslim yang puas terhadap kinerja presiden cenderung tidak mendukung organisasi kekerasan ekstrem. Begitu juga sebaliknya, bagi muslim yang tidak puas terhadap kinerja presiden cenderung mendukung organisasi kekerasan ekstrem," jelasnya.
Baca juga: Pendidikan empat pilar mampu hapus kelompok ekstrem
Berikutnya, dia mengatakan dukungan terhadap organisasi ekstrem dipengaruhi oleh pesan-pesan intoleransi. Semakin sering mendengar peringatan tentang bahaya kelompok minoritas agama dan etnis tertentu, kata Djayadi, seseorang akan semakin mendukung organisasi kekerasan ekstrem.
Kemudian, ada pula faktor jenis media yang diakses seseorang. Dia mengatakan dukungan seseorang terhadap organisasi ekstrem akan rendah apabila dia mengakses media konvensional. Namun, dukungan itu meningkat ketika seseorang lebih banyak mengakses media internet.
LSI juga menyimpulkan bahwa dukungan terhadap organisasi ekstrem lebih banyak diberikan kepada laki-laki daripada perempuan. Lalu, ada pula faktor usia. Semakin berumur seseorang, dia akan semakin tidak mendukung kekerasan ekstrem.
LSI melakukan survei itu pada 16-29 Mei 2022 dengan melibatkan 3.090 responden yang merupakan warga negara Indonesia dengan hak pilih. Mereka diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara terlatih.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode acak bertingkat dan toleransi kesalahan penelitian itu sekitar 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: Pakar: Polri-TNI didukung menindak tegas kelompok ekstrem radikal
"Kesalehan, baik subjektif maupun objektif, menurunkan dukungan terhadap kekerasan ekstrem," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan hal itu mendiseminasikan hasil survei "Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem, Toleransi, dan Kehidupan Beragama di Indonesia" di Jakarta pada Kamis (4/5).
Selain kesalehan, Djayadi menambahkan kepuasan atas kinerja presiden juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tinggi atau rendahnya dukungan terhadap kekerasan ekstrem.
Ia menyampaikan bahwa warga, dalam hal ini muslim, yang merasa puas terhadap kinerja presiden cenderung tidak mendukung organisasi yang menerapkan kekerasan ekstrem.
"Muslim yang puas terhadap kinerja presiden cenderung tidak mendukung organisasi kekerasan ekstrem. Begitu juga sebaliknya, bagi muslim yang tidak puas terhadap kinerja presiden cenderung mendukung organisasi kekerasan ekstrem," jelasnya.
Baca juga: Pendidikan empat pilar mampu hapus kelompok ekstrem
Berikutnya, dia mengatakan dukungan terhadap organisasi ekstrem dipengaruhi oleh pesan-pesan intoleransi. Semakin sering mendengar peringatan tentang bahaya kelompok minoritas agama dan etnis tertentu, kata Djayadi, seseorang akan semakin mendukung organisasi kekerasan ekstrem.
Kemudian, ada pula faktor jenis media yang diakses seseorang. Dia mengatakan dukungan seseorang terhadap organisasi ekstrem akan rendah apabila dia mengakses media konvensional. Namun, dukungan itu meningkat ketika seseorang lebih banyak mengakses media internet.
LSI juga menyimpulkan bahwa dukungan terhadap organisasi ekstrem lebih banyak diberikan kepada laki-laki daripada perempuan. Lalu, ada pula faktor usia. Semakin berumur seseorang, dia akan semakin tidak mendukung kekerasan ekstrem.
LSI melakukan survei itu pada 16-29 Mei 2022 dengan melibatkan 3.090 responden yang merupakan warga negara Indonesia dengan hak pilih. Mereka diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara terlatih.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode acak bertingkat dan toleransi kesalahan penelitian itu sekitar 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: Pakar: Polri-TNI didukung menindak tegas kelompok ekstrem radikal
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment