Perilaku oknum jangan sampai menjadi masalah bagi institusi secara keseluruhan.
Jakarta (ANTARA) - Pemilu 2024 merupakan tantangan berat yang harus dilalui partai politik dan kandidat untuk memperoleh kursi kepemimpinan di negeri ini. Para pemilih pun punya tugas tak kalah pelik agar pilihannya mampu mewujudkan aspirasi mereka.

Namun, ujian terberat sesungguhnya dipanggul oleh TNI dan Polri. Pada saat ingar bingar dukung- mendukung kontestan pemilu dan penggunaan hak pilih masyarakat, justru TNI/Polri ditunjuk oleh konstitusi untuk tidak menggunakan hak pilih dan tetap netral. Mereka harus tetap profesional dalam bertugas. TNI dan Polri berdiri di atas semua pihak untuk memastikan stabilitas pertahanan dan keamanan negara tetap terjaga di tengah momentum yang penuh dengan kompetisi politik.

Adalah ujian tersendiri bagi Panglima TNI dan Kapolri karena di tengah tuntutan profesionalisme, situasi yang berkembang malah sebaliknya. Dalam tiga bulan terakhir, terjadi gesekan antara anggota TNI-Polri di berbagai daerah. Belum lama ini terjadi peristiwa gesekan antara TNI-Polri di Merauke Papua Selatan. Sebelumnya juga terjadi gesekan antara anggota TNI-Polri di Kota Kupang NTT serta di Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Apakah gesekan antara anggota TNI-Polri di tingkat akar rumput ini sengaja diciptakan dengan tujuan untuk melemahkan pertahanan dan pengamanan jelang Pemilu 2024? Siapa pun yang melakukan, tujuan ini dapat dibaca dengan mudah, mengingat TNI dan Polri adalah dua institusi yang memiliki persenjataan, personel, dan peralatan tempur lainnya. Jika tersulut keduanya, bahkan sampai pecah konflik, maka selesai sudah garis pertahanan dan keamanan negeri ini.

Untungnya, Panglima TNI menyadari betul potensi bahaya yang ditimbulkan oleh luapan-luapan kecil dari beberapa kasus di atas.

Secara tegas, Laksamana TNI Yudo Margono menyampaikan bahwa soliditas dan sinergi TNI-Polri adalah salah satu kunci keberhasilan pertahanan dan keamanan nasional karena itu jangan sampai ada bibit-bibit perpecahan antara TNI-Polri. Kalaupun ada, harus segera diselesaikan dengan tuntas.

Pada saat yang hampir bersamaan, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menyampaikan bahwa soliditas dan sinergi TNI-Polri adalah kunci utama dalam menjaga pertahanan, keamanan, ketertiban nasional, serta stabilitas politik. Kapolri menekankan antisipasi gesekan antara TNI-Polri. Karena, mencuat dugaan kejadian akhir-akhir ini ada yang sengaja mendesain untuk memecah belah TNI-Polri.

Soliditas dan sinergi TNI-Polri telah menciptakan sejarah baik dalam upaya pertahanan dan keamanan nasional. Terbukti, pada sejumlah perhelatan internasional seperti KTT G20 dapat terselenggara dengan lancar dan aman. Keberhasilan tersebut tampak akan berlanjut pada 2023 ini ketika Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Jangan sampai hal yang sudah baik ini ternodai oleh perilaku sejumlah oknum atau upaya para pihak yang tidak bertanggung jawab.

Yang terjadi sesungguhnya TNI/Polri sedang diuji profesionalitasnya. Profesionalitas TNI/Polri berjalan di atas doktrin, organisasi, dan nilai-nilai yang membutuhkan kedisiplinan, kontrol, dan pengawasan. Dalam beberapa hal, profesionalitas bukan hal yang statis, ia tumbuh dinamis dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Peringatan dari Panglima TNI dan Kapolri setidaknya menunjukkan situasi yang perlu ditinjau ulang dari sejumlah sisi.

Jika dicermati, berbagai gesekan yang terjadi antara prajurit TNI dan personel Polri, itu yang berada di garda terdepan. Ini tidak terlepas dari isu kesenjangan kesejahteraan antara prajurit TNI dengan personel Polri. Ini persoalan yang muncul sejak pemisahan antara TNI dan Polri di awal Reformasi. Masalah ini tentu menjadi perhatian tersendiri bagi jajaran pimpinan TNI/Polri untuk dapat menetapkan kebijakan yang lebih baik.

Secara internal, baik TNI maupun Polri, perlu mawas diri. Sejumlah kasus gesekan TNI-Polri disebabkan salah satunya akibat munculnya informasi palsu yang bertujuan untuk mengadu domba kedua institusi tersebut.

Kita masih ingat, pada 2020, gesekan TNI-Polri di Ciracas disebabkan berita palsu Prada Muhammad Ilham. Selain itu, banyak bertebaran berita palsu (hoaks) di media sosial yang pada intinya memprovokasi salah satu pihak TNI maupun Polri untuk melakukan tindakan kekerasan kepada pihak lainnya.

Sementara, verifikasi informasi seringkali tertutup dengan arogansi jiwa korsa, baik di tubuh TNI maupun Polri. Perilaku oknum jangan sampai menjadi masalah bagi institusi secara keseluruhan. Sebaliknya, oknum tersebut seharusnya ditindak sesuai tata organisasi dan tata etik yang berlaku.

Perilaku proporsional prajurit TNI maupun personel Polri dalam ketaatan hukum dan norma sosial menjadi sorotan di tengah masyarakat. Hukum sipil tetaplah berlaku bagi anggota TNI maupun Polri ketika berinteraksi dengan warga negara lainnya. Prajurit TNI maupun personel Polri, misalnya, tetap harus memakai helm ketika mengendarai sepeda motor dan bersedia ditilang jika melanggar lalu lintas. Demikian halnya dalam berinteraksi dengan masyarakat, juga berlaku norma setempat seperti jual beli, tegur sapa, dan bentuk sopan santun lainnya.

Sejumlah kejadian gesekan TNI-Polri disebabkan di antaranya oleh faktor ketaatan hukum dan norma yang berlaku di masyarakat ini. Beberapa kasus bentrok berawal dari perkara tilang-menilang hingga hal kecil seperti harga rokok. Lagi-lagi, arogansi korsa menyebabkan oknum prajurit TNI maupun personel Polri merasa diri kebal hukum yang berujung pada penggunaan kekerasan sebagai solusi.

Peran pimpinan tak kalah penting untuk menjaga profesionalitas seluruh jajaran TNI/Polri. Kedisiplinan untuk tetap berpegang pada nilai profesionalisme membutuhkan pembinaan dan pengawasan dari pimpinan.

Jika ditemukan pelanggaran, selanjutnya harus dilakukan penegakan etik sesuai peraturan. Jika terjadi pelanggaran hukum, pemimpin kesatuan, pemimpin organisasi atau organ khusus, seperti Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Polisi Militer (POM) berada di garda terdepan untuk menanganinya secara proporsional.

Arahan Panglima TNI dan Kapolri secara berkala kepada jajaran pasukan di bawahnya menjadi awalan yang baik.

Lebih dari itu, sistem pengawasan internal yang telah dibangun perlu dimaksimalkan untuk memastikan bahwa setiap personel menjalankan nilai-nilai profesionalisme.

Bagaimanapun, TNI dan Polri merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya membutuhkan keahlian dan di dalamnya terdapat kode etik yang berlaku. Panduan profesionalisme telah jelas mengenai apa yang harus dan dan tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota.

Dalam berbagai survei menunjukkan bahwa TNI adalah lembaga yang paling dipercaya masyarakat. Sudah seharusnya TNI sendiri menjaga kepercayaan tersebut dengan profesionalitas dan penuh tanggung jawab. Para pemimpin TNI, mulai dari panglima matra (darat, laut, dan udara), komandan, pembina, hingga kepala satuan kerja, dituntut untuk terus membina pasukannya, membina anak buahnya, membina kesatuannya untuk tetap profesional dan penuh tanggung jawab.

Harus pula mempertajam fungsi dan tanggung jawab rantai komando. Tidak ada tindakan di luar komando dan koordinasi dari atas sampai bawah.

Demikian halnya dengan Polri yang telah mulai mengembalikan kepercayaan publik. Personel Polri tidak perlu terpancing atau berperilaku tidak penting yang dapat memicu gesekan antara TNI-Polri. Jika terjadi gesekan, lakukan tindakan yang proporsional sesuai prosedur organisasi. Hal demikian untuk menghindari eskalasi provokasi.

Karena itu, hubungan yang sifatnya institusional antara Polri dengan TNI perlu dilakukan secara berkala untuk mempermudah koordinasi pencegahan. Tak hanya di level nasional, tapi hingga level satuan kerja paling bawah.

Netralitas TNI dan Polri dalam Pemilu 2024 tak hanya mandat konstitusi. Hak memilih mereka ditunda. Demikian pula, hasrat berpolitik pun ditahan karena dalam berpolitik pasti ada keberpihakan terhadap salah satu kontestan pemilu yang dapat mengganggu objektivitas dalam menjalankan mandat.

Itu semua demi mewujudkan tujuan yang lebih besar, yaitu menjaga keselamatan dan keutuhan NKRI dalam mandat pertahanan dan keamanan nasional.

Kita semua wajib waspada bahwa cara jitu untuk menghancurkan negeri ini adalah dengan cara mengadu domba TNI-Polri. Sebagaimana perintah langsung Presiden Joko Widodo, soliditas dan sinergi antara kedua institusi ini harus tetap dijaga.

Membangun soliditas dan sinergi dengan seluruh komponen bangsa merupakan pilar penting dalam pembangunan Indonesia. Apalagi unsur TNI-Polri sebagai pertahanan dan keamanan negara.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kesatuan dan persatuan adalah prasyarat utama. Sinergi seluruh elemen bangsa akan mengantarkan kita mampu mengolah potensi-potensi unggulan nasional untuk membangun pertahanan dan keamanan negara yang kuat dan tangguh guna mendukung Indonesia Maju Indonesia Emas 2045.

*) Ngasiman Djoyonegoro adalah pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan, Rektor Institute Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta


Editor: Achmad Zaenal M

 

COPYRIGHT © ANTARA 2023