Denpasar (ANTARA) - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Made Mangku Pastika memotivasi mahasiswa Bali untuk berani bersuara dan peka terhadap kebijakan publik dan persoalan yang muncul dalam tahapan Pemilu 2024.
"Contohnya saja kalau dulu orang berkampanye menyampaikan visi misi, tetapi sekarang tidak perlu. Mereka (para caleg) cukup bawa sembako dan amplop untuk menarik simpati masyarakat," kata Pastika saat berbicara di Universitas Warmadewa, Denpasar, Sabtu.
Pastika menyampaikan hal tersebut dalam acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa yang mengangkat Tajuk "Tegakkan Prinsip Kebhinnekaan Menuju Pemilu 2024 yang Damai dan Demokratis".
Acara yang dihadiri para mahasiswa dan akademisi Universitas Warmadewa (Unwar) itu menghadirkan narasumber Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali Ketut Ariyani dan akademisi Fisipol Unwar Dr Anak Agung Gede Oka Wisnumurti.
Menurut Pastika, persoalan "money politic" (politik uang), politik identitas, intimidasi hingga black campaign (kampanye hitam) kerap muncul dalam setiap pemilu.
Oleh karena itu, mantan Gubernur Bali menaruh harapan besar pada para mahasiswa, terlebih mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik agar peka dan menjadikan Pemilu 2024 sebagai laboratorium untuk belajar.
"Tidak ada gunanya kita menggerutu. Jangan sampai salah pilih karena kebenaran itu adalah milik mereka yang menang. Selain itu yang akan membuat kebijakan itu adalah yang kita pilih," ucap Pastika yang juga anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah i(DPD) RI itu.
Demikian pula pemilihan kepala daerah, lanjut Pastika, akan sangat menentukan corak Bali ke depan sehingga diharapkan berbagai ilmu dan teori yang telah didapat di kampus diharapkan dapat diimplementasikan sebaik-baiknya dalam mengawal Pemilu 2024.
"Kalau kebijakan publik yang benar maka kita bisa menjadi sejahtera. Oleh karena itu kalau terjadi penyimpangan dan pelanggaran, kalian harus berani mengkritisi," ujar mantan Kapolda Bali itu.
Dalam kesempatan itu, Pastika mengapresiasi betapa semangatnya para mahasiswa bertanya dan menyoroti mengenai sejumlah persoalan kebijakan publik yang mengemuka akhir-akhir ini yang tentunya itu menunjukkan kepekaan mahasiswa terkait problem sosial di tengah masyarakat.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Ariyani mengatakan tanggung jawab mewujudkan pemilu demokratis tidak saja menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu semata, namun menjadi tanggung jawab semua pihak.
Ia mencontohkan mulai dari tahapan pemutakhiran data pemilih sudah membutuhkan peran dari pemilih sendiri untuk memastikan dirinya benar-benar terdaftar.
Baca juga: Anggota MPR ajak kampus di Bali kontekstual gemakan Konsensus Bangsa
Baca juga: Anggota MPR: Generasi muda Bali ikut tentukan pemimpin di Pemilu 2024
Selain itu, Ariyani mengajak para mahasiswa untuk tidak takut melapor jika menemukan pelanggaran karena telah disiapkan sistem seperti halnya Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran Pemilu dan Pelaporan (SIGap Lapor).
"Kami sangat mengharapkan pengawasan partisipatif dari masyarakat karena jika hanya mengandalkan jumlah petugas pengawasan saja tidak akan dapat menjangkau keseluruhan wilayah," kata mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Buleleng itu.
Akademisi Fisipol Unwar Dr Anak Agung Gede Oka Wisnumurti mengajak generasi muda agar tidak acuh tak acuh dengan pemilu.
"Peran generasi muda penting untuk nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Apalagi jumlah pemilih dari generasi muda mencapai 62 persen pada Pemilu 2024," kata mantan Ketua KPU Provinsi Bali itu.
Menurut Wisnumurti, generasi muda saat ini sedang dilirik dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik, parpol maupun perseorangan yang sedang mencari kekuatan menuju Pemilu 2024.
"Banyak yang berpraduga pemilu tidak damai dan demokratis. Ada juga yang berpraduga jangan-jangan tidak ada prinsip kebhinnekaan. Oleh karena itu, penting generasi muda untuk sadar dan bangkit mengawal kebhinnekaan agar tetap terjaga," kata Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Bali itu.
Wisnumurti mengatakan memang hak politik adalah hak individu. Namun kebhinnekaan adalah keniscayaan yang menjadi fakta sosial dalam membangun kebangsaan yang tidak boleh dicederai oleh hak-hak politik individu.
"Pemilu seyogjanya memberikan ruang individual kepada setiap warga negara untuk diberikan hak politiknya dan dijamin perbedaan politiknya antara satu dengan yang lainnya," ucapnya.
"Contohnya saja kalau dulu orang berkampanye menyampaikan visi misi, tetapi sekarang tidak perlu. Mereka (para caleg) cukup bawa sembako dan amplop untuk menarik simpati masyarakat," kata Pastika saat berbicara di Universitas Warmadewa, Denpasar, Sabtu.
Pastika menyampaikan hal tersebut dalam acara Sosialisasi Empat Konsensus Berbangsa yang mengangkat Tajuk "Tegakkan Prinsip Kebhinnekaan Menuju Pemilu 2024 yang Damai dan Demokratis".
Acara yang dihadiri para mahasiswa dan akademisi Universitas Warmadewa (Unwar) itu menghadirkan narasumber Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali Ketut Ariyani dan akademisi Fisipol Unwar Dr Anak Agung Gede Oka Wisnumurti.
Menurut Pastika, persoalan "money politic" (politik uang), politik identitas, intimidasi hingga black campaign (kampanye hitam) kerap muncul dalam setiap pemilu.
Oleh karena itu, mantan Gubernur Bali menaruh harapan besar pada para mahasiswa, terlebih mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik agar peka dan menjadikan Pemilu 2024 sebagai laboratorium untuk belajar.
"Tidak ada gunanya kita menggerutu. Jangan sampai salah pilih karena kebenaran itu adalah milik mereka yang menang. Selain itu yang akan membuat kebijakan itu adalah yang kita pilih," ucap Pastika yang juga anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah i(DPD) RI itu.
Demikian pula pemilihan kepala daerah, lanjut Pastika, akan sangat menentukan corak Bali ke depan sehingga diharapkan berbagai ilmu dan teori yang telah didapat di kampus diharapkan dapat diimplementasikan sebaik-baiknya dalam mengawal Pemilu 2024.
"Kalau kebijakan publik yang benar maka kita bisa menjadi sejahtera. Oleh karena itu kalau terjadi penyimpangan dan pelanggaran, kalian harus berani mengkritisi," ujar mantan Kapolda Bali itu.
Dalam kesempatan itu, Pastika mengapresiasi betapa semangatnya para mahasiswa bertanya dan menyoroti mengenai sejumlah persoalan kebijakan publik yang mengemuka akhir-akhir ini yang tentunya itu menunjukkan kepekaan mahasiswa terkait problem sosial di tengah masyarakat.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Ariyani mengatakan tanggung jawab mewujudkan pemilu demokratis tidak saja menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu semata, namun menjadi tanggung jawab semua pihak.
Ia mencontohkan mulai dari tahapan pemutakhiran data pemilih sudah membutuhkan peran dari pemilih sendiri untuk memastikan dirinya benar-benar terdaftar.
Baca juga: Anggota MPR ajak kampus di Bali kontekstual gemakan Konsensus Bangsa
Baca juga: Anggota MPR: Generasi muda Bali ikut tentukan pemimpin di Pemilu 2024
Selain itu, Ariyani mengajak para mahasiswa untuk tidak takut melapor jika menemukan pelanggaran karena telah disiapkan sistem seperti halnya Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran Pemilu dan Pelaporan (SIGap Lapor).
"Kami sangat mengharapkan pengawasan partisipatif dari masyarakat karena jika hanya mengandalkan jumlah petugas pengawasan saja tidak akan dapat menjangkau keseluruhan wilayah," kata mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Buleleng itu.
Akademisi Fisipol Unwar Dr Anak Agung Gede Oka Wisnumurti mengajak generasi muda agar tidak acuh tak acuh dengan pemilu.
"Peran generasi muda penting untuk nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Apalagi jumlah pemilih dari generasi muda mencapai 62 persen pada Pemilu 2024," kata mantan Ketua KPU Provinsi Bali itu.
Menurut Wisnumurti, generasi muda saat ini sedang dilirik dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik, parpol maupun perseorangan yang sedang mencari kekuatan menuju Pemilu 2024.
"Banyak yang berpraduga pemilu tidak damai dan demokratis. Ada juga yang berpraduga jangan-jangan tidak ada prinsip kebhinnekaan. Oleh karena itu, penting generasi muda untuk sadar dan bangkit mengawal kebhinnekaan agar tetap terjaga," kata Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Bali itu.
Wisnumurti mengatakan memang hak politik adalah hak individu. Namun kebhinnekaan adalah keniscayaan yang menjadi fakta sosial dalam membangun kebangsaan yang tidak boleh dicederai oleh hak-hak politik individu.
"Pemilu seyogjanya memberikan ruang individual kepada setiap warga negara untuk diberikan hak politiknya dan dijamin perbedaan politiknya antara satu dengan yang lainnya," ucapnya.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment