Jakarta (ANTARA) - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid mengatakan pihaknya masih mengkaji apakah saat ini masih ada afiliasi dan keterkaitan antara Al Zaytun dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
Hal tersebut dilakukan karena secara historis memang ada keterkaitan antara Al Zaytun dan gerakan NII, katanya.
"Persoalannya adalah apakah sampai saat ini masih ada, tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholder terkait lainnya," kata Nurwakhid di Jakarta, Sabtu.
Keterkaitan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun dengan NII kembali diungkit dan mencuat ke permukaan setelah ponpes yang dipimpin Abu Toto alias Panji Gumilang terus mendapatkan sorotan publik soal isu dugaan penistaan agama dan isu lainnya.
Sebagaimana diketahui DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo.
Namun pascareformasi, UU Anti Subversi Nomor 11/ PNPS /1963 dicabut sehingga negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat gerakan dan organisasi ini.
Baca juga: Saksi kasus Al-Zaytun asal Indramayu dicecar oleh Bareskrim Polri
Baca juga: Bareskrim periksa saksi pelapor terkait kasus Al-Zaytun di Indramayu
Menurut Nurwakhid, walaupun ada keterkaitan historis antara Al Zaytun dan NII, BNPT tidak bisa serta merta menjerat dengan UU Antiteror.
"UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT), seperti: JI, JAD, JAT, dan lainnya," ujarnya.
Hingga saat ini, menurutnya, NII belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan ketetapan dari pengadilan.
"Karena itu, melihat dari aspek historis, ideologi, dan gerakannya yang masih ada hingga saat ini tentu kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," kata Nurwakhid.
Terkait penanganan kasus Al Zaytun, menurut Nurwakhid, harus dilakukan secara holistik dan kolaboratif dengan pendekatan hukum pidana umum maupun pidana khusus sesuai bukti-bukti yang cukup.
BNPT berperan dalam pengawasan dan "monitoring" bersama lembaga terkait guna melakukan pendalaman keterkaitan Al Zaytun dengan jaringan NII.
"Namun, hal terpenting lainnya yang patut dipertimbangkan adalah mitigasi dan pembinaan khususnya terhadap para santri dan cipta kondisi agar menjamin stabilitas kamtibmas," pungkasnya.
Hal tersebut dilakukan karena secara historis memang ada keterkaitan antara Al Zaytun dan gerakan NII, katanya.
"Persoalannya adalah apakah sampai saat ini masih ada, tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholder terkait lainnya," kata Nurwakhid di Jakarta, Sabtu.
Keterkaitan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun dengan NII kembali diungkit dan mencuat ke permukaan setelah ponpes yang dipimpin Abu Toto alias Panji Gumilang terus mendapatkan sorotan publik soal isu dugaan penistaan agama dan isu lainnya.
Sebagaimana diketahui DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo.
Namun pascareformasi, UU Anti Subversi Nomor 11/ PNPS /1963 dicabut sehingga negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat gerakan dan organisasi ini.
Baca juga: Saksi kasus Al-Zaytun asal Indramayu dicecar oleh Bareskrim Polri
Baca juga: Bareskrim periksa saksi pelapor terkait kasus Al-Zaytun di Indramayu
Menurut Nurwakhid, walaupun ada keterkaitan historis antara Al Zaytun dan NII, BNPT tidak bisa serta merta menjerat dengan UU Antiteror.
"UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT), seperti: JI, JAD, JAT, dan lainnya," ujarnya.
Hingga saat ini, menurutnya, NII belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan ketetapan dari pengadilan.
"Karena itu, melihat dari aspek historis, ideologi, dan gerakannya yang masih ada hingga saat ini tentu kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," kata Nurwakhid.
Terkait penanganan kasus Al Zaytun, menurut Nurwakhid, harus dilakukan secara holistik dan kolaboratif dengan pendekatan hukum pidana umum maupun pidana khusus sesuai bukti-bukti yang cukup.
BNPT berperan dalam pengawasan dan "monitoring" bersama lembaga terkait guna melakukan pendalaman keterkaitan Al Zaytun dengan jaringan NII.
"Namun, hal terpenting lainnya yang patut dipertimbangkan adalah mitigasi dan pembinaan khususnya terhadap para santri dan cipta kondisi agar menjamin stabilitas kamtibmas," pungkasnya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment