Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta Mantamiharja mengemukakan pemerintah perlu menerbitkan regulasi untuk mengisi kekosongan aturan sembari menunggu berlakunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi pada 2024.
"Saya mendorong sembari menunggu berlakunya Undang-Undang PDP ini pemerintah keluarkanlah peraturan darurat berlaku sampai PDP diberlakukan. Itu untuk menangani data yang dikelola oleh lembaga-lembaga pengelola data, baik itu milik pemerintah maupun swasta," kata Sukamta dalam diskusi bertajuk "Data Warga Siapa Yang Jaga" yang disiarkan melalui Kanal YouTube Trijaya FM di Jakarta, Sabtu.
Sukamta mengatakan penerbitan regulasi tersebut untuk mendorong lembaga pengelola data milik pemerintah maupun swasta segera melakukan pembenahan tata kelola aset digitalnya masing-masing.
"Kita sudah punya perangkat Undang-Undang PDP, namun Undang-Undang PDP ini baru mulai berlaku tahun 2024 karena memberi kesempatan kepada pengelola data itu untuk mempersiapkan diri," ujarnya.
Baca juga: Kemenkominfo siapkan dua langkah menuju UU PDP diterapkan di 2024
Bukan tanpa sebab Sukamta mendorong pemerintah menerbitkan regulasi tersebut karena beberapa kebocoran data yang terjadi baru-baru ini akan menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola data milik pemerintah.
Insiden kebocoran data terbaru yang turut menarik perhatian publik adalah dugaan bocornya sekitar 337 juta data kependudukan.
"Persoalan bahwa ada data warga negara, apakah asalnya dari Dukcapil atau tidak, yang beredar di pasaran itu sungguh sangat mengkhawatirkan, meresahkan, dan berpotensi menggerogoti kepercayaan publik kepada lembaga negara," ujarnya.
Baca juga: Dirjen Dukcapil: Tidak ditemukan jejak kebocoran data kependudukan
Sebelumnya, kasus dugaan kebocoran data itu diungkap pertama kali oleh akun Twitter bernama pengguna @DailyDarkWeb pada Sabtu (15/7).
Dalam salah satu unggahannya, akun itu menyebutkan sebanyak 337.225.465 baris data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri dijual di forum para peretas (hacker).
Dalam tangkapan layar laman forum peretas yang dibagikan akun Daily Dark Web, si peretas dengan nama akun RRR mengklaim mendapatkan 337 juta baris data itu dari laman web resmi dukcapil.kemendagri.go.id.
Ratusan juta data itu berisikan sejumlah informasi, seperti nomor induk kependudukan (NIK), tempat tanggal lahir, agama, status kawin, akta cerai, nama ibu, pekerjaan, dan nomor paspor.
Baca juga: Kemenkominfo periksa dugaan bocornya 337 juta data kependudukan
Mengenai dugaan kebocoran data itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan pihaknya akan memeriksa soal dugaan bocornya 337 juta data kependudukan.
"Jumlah penduduk kita kan 275 juta, itu ada 300 juta, berarti kan kelebihan. Oleh karena itu, kita akan periksa seperti apa," ujar Usman di Jakarta, Senin.
Usman mengatakan Kemenkominfo akan memanggil pengendali data tersebut, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kemenkominfo akan terlebih dahulu mendengar laporan dari kedua pihak tersebut.
Baca juga: Dirjen Imigrasi: Kasus kebocoran data paspor terjadi Januari 2022
Baca juga: Pakar sebut UU PDP ampuh atasi kebocoran data
"Saya mendorong sembari menunggu berlakunya Undang-Undang PDP ini pemerintah keluarkanlah peraturan darurat berlaku sampai PDP diberlakukan. Itu untuk menangani data yang dikelola oleh lembaga-lembaga pengelola data, baik itu milik pemerintah maupun swasta," kata Sukamta dalam diskusi bertajuk "Data Warga Siapa Yang Jaga" yang disiarkan melalui Kanal YouTube Trijaya FM di Jakarta, Sabtu.
Sukamta mengatakan penerbitan regulasi tersebut untuk mendorong lembaga pengelola data milik pemerintah maupun swasta segera melakukan pembenahan tata kelola aset digitalnya masing-masing.
"Kita sudah punya perangkat Undang-Undang PDP, namun Undang-Undang PDP ini baru mulai berlaku tahun 2024 karena memberi kesempatan kepada pengelola data itu untuk mempersiapkan diri," ujarnya.
Baca juga: Kemenkominfo siapkan dua langkah menuju UU PDP diterapkan di 2024
Bukan tanpa sebab Sukamta mendorong pemerintah menerbitkan regulasi tersebut karena beberapa kebocoran data yang terjadi baru-baru ini akan menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola data milik pemerintah.
Insiden kebocoran data terbaru yang turut menarik perhatian publik adalah dugaan bocornya sekitar 337 juta data kependudukan.
"Persoalan bahwa ada data warga negara, apakah asalnya dari Dukcapil atau tidak, yang beredar di pasaran itu sungguh sangat mengkhawatirkan, meresahkan, dan berpotensi menggerogoti kepercayaan publik kepada lembaga negara," ujarnya.
Baca juga: Dirjen Dukcapil: Tidak ditemukan jejak kebocoran data kependudukan
Sebelumnya, kasus dugaan kebocoran data itu diungkap pertama kali oleh akun Twitter bernama pengguna @DailyDarkWeb pada Sabtu (15/7).
Dalam salah satu unggahannya, akun itu menyebutkan sebanyak 337.225.465 baris data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri dijual di forum para peretas (hacker).
Dalam tangkapan layar laman forum peretas yang dibagikan akun Daily Dark Web, si peretas dengan nama akun RRR mengklaim mendapatkan 337 juta baris data itu dari laman web resmi dukcapil.kemendagri.go.id.
Ratusan juta data itu berisikan sejumlah informasi, seperti nomor induk kependudukan (NIK), tempat tanggal lahir, agama, status kawin, akta cerai, nama ibu, pekerjaan, dan nomor paspor.
Baca juga: Kemenkominfo periksa dugaan bocornya 337 juta data kependudukan
Mengenai dugaan kebocoran data itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan pihaknya akan memeriksa soal dugaan bocornya 337 juta data kependudukan.
"Jumlah penduduk kita kan 275 juta, itu ada 300 juta, berarti kan kelebihan. Oleh karena itu, kita akan periksa seperti apa," ujar Usman di Jakarta, Senin.
Usman mengatakan Kemenkominfo akan memanggil pengendali data tersebut, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kemenkominfo akan terlebih dahulu mendengar laporan dari kedua pihak tersebut.
Baca juga: Dirjen Imigrasi: Kasus kebocoran data paspor terjadi Januari 2022
Baca juga: Pakar sebut UU PDP ampuh atasi kebocoran data
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment