Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) meneliti dan meluruskan sejarah kelahiran Pancasila di buku ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), serta bahan pengajaran lembaga pendidikan kedinasan.
 
Basarah menilai masih ditemukan kerancuan tentang sejarah kelahiran Pancasila di buku ajar sekolah dan perguruan tinggi. Untuk itu, dia menyebut Lemhannas bisa bekerja sama dengan badan atau lembaga yang menaruh perhatian pada geopolitik dan ideologi negara.
  
Menurutnya, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lembaga-lembaga riset di berbagai kampus perlu duduk bersama melakukan riset untuk meluruskan sejarah kelahiran Pancasila di semua buku ajar.
 
‘’Masyarakat Indonesia kini didominasi oleh generasi milenial dan Z yang sama sekali terputus dari sejarah kemerdekaan masa lalu. Mereka adalah generasi cerdas, kritis, melek internet. Jika disodorkan kepada mereka sejarah yang tidak masuk akal, mereka cenderung mempertanyakan atau menolaknya," ujar Basarah.
 
Basarah mengusulkan agar digencarkan pemahaman kepada generasi muda bahwa hanya ada satu Pancasila, tidak ada Pancasila 1 Juni, Pancasila 22 Juni, atau Pancasila 18 Agustus 1945.

Baca juga: Waka DPR: Elastisitas Pancasila diuji kesetiaan rakyatnya pada abad 21
Baca juga: Waka MPR: Peringatan Hari Lahir Pancasila kebijakan lintas rezim
 
Dia mengatakan generasi muda harus disodorkan penulisan sejarah yang sederhana, enak dibaca, dan masuk akal. Hal itu agar generasi muda bangsa tidak bingung dengan informasi di dunia virtual.
 
"Pertama-tama di buku ajar harus disampaikan sejarah Bung Karno dan para pendiri bangsa lainnya, lalu bagaimana nilai-nilai Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang berkembang di Nusantara. Ini yang saya maksud penyajian fakta-fakta sejarah secara rasional dan membangkitkan kecintaan pada Pancasila," terang dia.
 
Setelah pembaca paham, sambung dia, barulah disodorkan sejarah kelahiran Pancasila secara komprehensif.
 
"Dimulai dari Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di Sidang BPUPKI, lalu Rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, hingga Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945," kata Basarah.
 
Dia yakin penjelasan yang runtut seperti itu akan mudah dimengerti dan jauh dari resistensi generasi muda.
 
Ia mengingatkan pihak-pihak yang terlibat dalam meralat buku ajar sekolah tersebut diharapkan tetap menghormati setiap pelaku sejarah kelahiran Pancasila.
 
Misalnya, kata dia, dalam versi Nugroho Notosusanto diketahui Muhammad Yamin adalah tokoh yang pertama kali mengusulkan Pancasila dalam Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945.
 
"Saat sejarah versi Nugroho ini diralat, jangan sampai ketokohan dan peran sejarah Muhammad Yamin terabaikan. Kita harus terus menghormati jasa para pahlawan," kata Basarah.
 
"Ingat, Pancasila dilahirkan oleh semua pendiri bangsa. Bahwa sumber kelahirannya adalah Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, itu hanyalah bagian sejarah. Bung Karno dan semua pahlawan itu adalah milik bangsa Indonesia," kata dia.
 
Basarah menyampaikan hal tersebut di hadapan Peserta Kursus Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXV dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIV Tahun 2023 Lemhannas RI, Rabu.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023