Sabtu, 8 Juli 2023 11:58 WIB
Jakarta (ANTARA) - Yayasan Puri Kauhan Ubud menyelenggarakan Temu Wirasa para penekun wariga (kalender) Bali melalui penyelenggaraan Festival Wariga Usadha Siddhi, di Taman Baca Sanggingan Ubud.
Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, Temu Wirasa ini menghadirkan tiga narasumber penekun wariga Bali atau penekun sistem kalender/penanggalan tradisional Bali, yakni Made Suatjana, Ida Bagus Budayoga, dan Gede Sutarya .
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud sekaligus Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana berharap Forum Temu Wirasa ini bisa mendiskusikan perjalanan dan perkembangan Wariga/Kalender Saka Bali sampai saat ini.
“Termasuk, mengeksplorasi isu-isu strategis dan membicarakan tantangan yang dihadapi, sekaligus memberikan solusi terkait sistem perhitungan Wariga Saka Bali di tengah berbagai dinamikanya,” ujar Ari.
Dia mengatakan kehadiran teknologi sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam perhitungan kalender Bali yang matematis dan sistematis.
Selain itu, Ari Dwipayana menyinggung soal dampak perubahan iklim pada pranatamangsa (sistem kalender aktivitas pertanian) dan perlunya pembahasan bersama tentang ketepatan pengalantaka (perhitungan purnama) yang sudah menjadi diskusi panjang di antara para ahli wariga.
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden beri kuliah umum di Universitas Dwijendra
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden tinjau pembangunan asrama mahasiswa Bali
Ia berharap munculnya inisiatif-inisiatif baru dari para penekun wariga yang relevan untuk diterapkan kehidupan sehari-hari, misalnya dalam penggunaan wariga dalam perekrutan calon pegawai sebagai salah satu referensi untuk mengetahui karakter seseorang berdasarkan tanggal lahir atau weton.
"Rekrutmen PNS di Bali, bila perlu pemilihan Bendesa (pemimpin desa adat) bisa memakai wariga sebagai salah satu referensi dalam seleksi," usulnya.
Sementara itu, praktisi Wariga Bali Gede Sutarya mengatakan orang-orang di masa lampau melakukan perhitungan waktu untuk kebutuhan kegiatan yang berkaitan dengan pertanian, misalnya menentukan hari baik untuk perayaan sebuah kegiatan yang dilakukan pada saat musim panen agar orang-orang memiliki cukup bahan pangan.
"Jadi mengapa hari besar itu jatuh saat musim panen, saat orang punya stok pangan yang melimpah. Karena perayaan identik dengan pesta," kata Gede Sutarya.
Gede Sutarya berharap ada pembahasan lebih lanjut terkait perhitungan kalender Bali.
Praktisi wariga lainnya, Ida Bagus Budayoga mengatakan di masa lalu penentuan hari baik untuk pertanian dilakukan dengan perhitungan kemunculan bintang kartika di ufuk timur.
"Karena ada sebuah kepercayaan di suku-suku, kemunculan bintang kartika di Sasih Kasa menjadi bulan baru dan pertanda baik bagi pertanian," jelas Ida.
Made Suatjana selaku pembicara lain menekankan Kalender Bali bukan sebuah mitos maupun mistis, melainkan sistem perhitungan waktu yang sistematis, matematis, dan astronomis,.
"Sebaiknya digali kembali nilai matematis Kalender Bali sehingga memberi kepercayaan lebih tinggi pada kalender yang kita miliki," ujar Made Suatjana.
Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, Temu Wirasa ini menghadirkan tiga narasumber penekun wariga Bali atau penekun sistem kalender/penanggalan tradisional Bali, yakni Made Suatjana, Ida Bagus Budayoga, dan Gede Sutarya .
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud sekaligus Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana berharap Forum Temu Wirasa ini bisa mendiskusikan perjalanan dan perkembangan Wariga/Kalender Saka Bali sampai saat ini.
“Termasuk, mengeksplorasi isu-isu strategis dan membicarakan tantangan yang dihadapi, sekaligus memberikan solusi terkait sistem perhitungan Wariga Saka Bali di tengah berbagai dinamikanya,” ujar Ari.
Dia mengatakan kehadiran teknologi sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam perhitungan kalender Bali yang matematis dan sistematis.
Selain itu, Ari Dwipayana menyinggung soal dampak perubahan iklim pada pranatamangsa (sistem kalender aktivitas pertanian) dan perlunya pembahasan bersama tentang ketepatan pengalantaka (perhitungan purnama) yang sudah menjadi diskusi panjang di antara para ahli wariga.
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden beri kuliah umum di Universitas Dwijendra
Baca juga: Koordinator Stafsus Presiden tinjau pembangunan asrama mahasiswa Bali
Ia berharap munculnya inisiatif-inisiatif baru dari para penekun wariga yang relevan untuk diterapkan kehidupan sehari-hari, misalnya dalam penggunaan wariga dalam perekrutan calon pegawai sebagai salah satu referensi untuk mengetahui karakter seseorang berdasarkan tanggal lahir atau weton.
"Rekrutmen PNS di Bali, bila perlu pemilihan Bendesa (pemimpin desa adat) bisa memakai wariga sebagai salah satu referensi dalam seleksi," usulnya.
Sementara itu, praktisi Wariga Bali Gede Sutarya mengatakan orang-orang di masa lampau melakukan perhitungan waktu untuk kebutuhan kegiatan yang berkaitan dengan pertanian, misalnya menentukan hari baik untuk perayaan sebuah kegiatan yang dilakukan pada saat musim panen agar orang-orang memiliki cukup bahan pangan.
"Jadi mengapa hari besar itu jatuh saat musim panen, saat orang punya stok pangan yang melimpah. Karena perayaan identik dengan pesta," kata Gede Sutarya.
Gede Sutarya berharap ada pembahasan lebih lanjut terkait perhitungan kalender Bali.
Praktisi wariga lainnya, Ida Bagus Budayoga mengatakan di masa lalu penentuan hari baik untuk pertanian dilakukan dengan perhitungan kemunculan bintang kartika di ufuk timur.
"Karena ada sebuah kepercayaan di suku-suku, kemunculan bintang kartika di Sasih Kasa menjadi bulan baru dan pertanda baik bagi pertanian," jelas Ida.
Made Suatjana selaku pembicara lain menekankan Kalender Bali bukan sebuah mitos maupun mistis, melainkan sistem perhitungan waktu yang sistematis, matematis, dan astronomis,.
"Sebaiknya digali kembali nilai matematis Kalender Bali sehingga memberi kepercayaan lebih tinggi pada kalender yang kita miliki," ujar Made Suatjana.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment