“Sejak pendirian NKRI hingga saat ini, sesungguhnya pemanfaatan literasi sastra Kawi tidak pernah putus,"
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana mengatakan budaya Kawi telah dijadikan sumber literasi untuk membangun pilar-pilar penyangga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurutnya, hal itu dapat dilihat mulai dari moto Bhinneka Tunggal Ika yang digali dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular, hingga nama Ibu Kota Nusantara yang jelas termuat dalam Kakawin Negarakertagama.

“Sejak pendirian NKRI hingga saat ini, sesungguhnya pemanfaatan literasi sastra Kawi tidak pernah putus," kata Ari dalam sambutannya di acara Festival Internasional Budaya Kawi yang diselenggarakan di Widya Mandala Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Udayana Bali, Kamis (24/8), sebagaimana siaran pers di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan Ibu kota negara di Kalimantan menggunakan istilah Nusantara atau Dwipantara yang sudah termuat dalam literasi Kawi.

"Kakawin Nagarakretagama mengacu pada negara kepulauan yang membentang luas. Laut bagi masyarakat nusantara yang pelaut bukanlah pemisah satu pulau dengan pulau yang lain, tetapi justru menghubungkannya. Laut dalam pemaknaan saya adalah uriping bhuwana ‘sumber kehidupan’ dan usaddhaning sangaskara ‘sumber peradaban’,” tutur Ari.

Sebelum penamaan IKN Nusantara, Ari juga menjelaskan sari-sari pengetahuan dari sastra Kawi sudah mengilhami pembangunan pilar-pilar bangsa seperti Bhinneka Tunggal Ika dan juga Pancasila krama yang tertulis dalam kakawin Sutasoma.

Dia mengatakan dalam kakawin itu, Pancasila sudah dijadikan sebagai instrumen rohani untuk menata negara dalam situasi disharmoni.

Ari menekankan pentingnya sastra Kawi dalam tata negara dan berbagai lanskap kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, kata dia, Yayasan Puri Kauhan Ubud yang dibinanya, menjadikan sastra Kawi sebagai “padipaning manah” atau cahaya pikiran untuk selalu menerangi nalar dan nurani.

Puri Kauhan Ubud mewarisi naskah lontar sebagai produk budaya Kawi yang berjumlah lebih dari 50 manuskrip.

“Kami sangat menyadari bahwa naskah-naskah lontar sebagai media dokumentasi budaya Kawi itu harus dialirkan menembus berbagai lapisan telaga zaman. Oleh sebab itu, kami melakukan usaha untuk mendigitalisasi, katalogisasi, konservasi, apresiasi, dan aksi untuk bisa membumikan warisan sastra Kawi hingga di ceruk-ceruk hati generasi saat ini,” ujar Ari.

Dia mengatakan pada tahun 2021 ketika bangsa ditimpa pandemi COVID-19, pihaknya mengadakan ajang Sastra Saraswati Sewana dengan tajuk Pamarisuddha Gering Agung.

Dari lomba menulis kakawin yang diselenggarakan dihasilkan 19 karya sastra baru yang bertema pandemi COVID-19.

Karya-karya sastra kakawin itu diharapkan bisa menjadi korpus sastra Kawi yang kelak dipelajari, dikembangkan, dan diteliti oleh masyarakat Bali, Indonesia, dan dunia.

Adapun, Ari menyadari bahwa budaya Kawi bukanlah milik Bali semata. Terdapat berbagai wilayah di Indonesia lainnya yang juga memiliki budaya Kawi seperti Sunda, Lombok, Madura, dan Palembang.

Oleh karena itu, menurutnya, acara Festival Internasional Budaya Kawi menjadi sangat strategis agar di masa depan budaya Kawi dapat dipelajari, diteliti, diapresiasi, dan nilainya bisa dijadikan suluh kehidupan bagi masyarakat dunia.

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Agus Setiawan