Pekanbaru, (ANTARA) - Doktor Ilmu Pertahanan, Hasto Kristiyanto dalam kuliah umum di Universitas Islam Riau (UIR) mengajak akademisi serta mahasiswa menjaga kepentingan nasional di Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan dunia.
"Kampus dan mahasiswa harus bisa menjawab mengapa Selat Malaka hanya dikuasai, dikontrol oleh negara tertentu. Bagaimana kita mengendalikan seluruh jalur perdagangan di Selat Malaka, sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Maka apa yang kita bangun di Selat Malaka? Apa yang kita lakukan dengan Bengkalis?,” kata Hasto di hadapan civitas akademika dan tokoh masyarakat Riau dalam kuliah umum bertema geopolitik Soekarno di Kampus UIR, Pekanbaru, Jumat.
Hasto menjelaskan teori geopolitik Soekarno, dimana dua indikator paling penting kepentingan nasional adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, serta politik dan diplomasi. Di Riau, jelas Hasto, mahasiswa dan kampus harus berpikir membangun wilayahnya dengan arah menguasai Selat Malaka.
“Artinya apa, artinya kita hanya bisa menjadi bangsa yang maju kalau kita mengembangkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan inovasi, sebagai jalan berdikari. Tanpa itu jangan pernah berangan-angan kita akan menjadi negara besar,” kata Hasto.
Untuk itu lanjutnya, kampus memiliki peran yang sentral dalam mengembangkan teknologi sebagai variabel yang paling signifikan dan paling berpengaruh dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Sementara politik dan diplomasi adalah bagaimana kepentingan nasional Indonesia diperjuangkan melalui penciptaan hukum-hukum internasional.
Maka itu, mahasiswa saat ini harus outward looking, dimana pergerakannya tidak hanya di dalam kampus. Mahasiswa dituntut berpikir untuk Indonesia dan dunia.
Hasto mengajak akademisi dan mahasiswa untuk merancang institusi pendidikan sebagai "city of intellect". Bahwa pengembangan sebuah wilayah, harus ditopang secara intelektual oleh kampus-kampus di wilayah itu.
Dengan mengarahkan kampus-kampus di Riau sebagai city of intellect, maka akan terbangun kompetensi untuk mengembangkan selat Malaka menjadi bagian dari pilar-pilar kekuatan ekonomi Indonesia. Dan ini sejalan dengan konektografi yang telah dibangun oleh Presiden Joko Widodo.
“Tentu ke depan penting sekali dilakukan pembenahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, agar melihat Indonesia dengan cara geopolitik,” kata Hasto.
Selain Selat Malaka, menurut Hasto, kampus-kampus di Riau juga memahami koridor strategis Indonesia, di mana dulu Sumatera dirancang menjadi wilayah perkebunan. Maka perguruan tinggi harus melakukan riset-riset untuk hilirisasi dari perkebunan itu.
Dari sisi politik dan diplomasi, Hasto memberi contoh bagaimana perguruan tinggi dan mahasiswa seharusnya memikirkan cara agar Indonesia mampu melindungi kepentingan nasional melalui penciptaan hukum internasional baru.
“Dengan melihat teori geopolitik Soekarno, harusnya kita bisa menginisiasi kerjasama antara negara-negara yang dilintasi oleh jalur-jalur perdagangan strategis, termasuk Mesir dengan terusan Suez-nya. Kita bikin konferensi misalnya, demi membuat hukum internasional. Misal, manakala ada suatu negara yang memperlakukan secara tidak adil terhadap negara yang dilalui jalur-jalur perdagangan dunia itu, maka negara itu bisa menutup jalurnya dari pelayaran kapal mereka,” beber Hasto.
Menurut Hasto, cara pandang geopolitik ini sangat penting. Selama ini, sudah terlalu lama orang Indonesia, termasuk kalangan dunia pendidikan, tidak menatap peta. Sehingga seperti di Riau, orang lupa bahwa di depan wilayajnya ada potensi perdagangan dunia luar biasa, yakni jalur Malaka.
“Dan sebaliknya malah pembangunan kota, kita lebih berorientasi pada daratan sebagai negara kontinental, bukan negara kelautan. Maka teori geopolitik Soekarno sebenarnya menempatkan suatu paradigma yang penting, bahwa kita bukan negara daratan. Kita adalah sekali lagi, laut yang ditebari oleh pulau-pulau. Maka ini yang harus kita lakukan ke depan,” pungkasnya.
Hadir di acara tersebut adalah civitas akademika UIR yang dipimpin rektornya Prof.Dr.H Syafrinaldi. Ia mengatakan kuliah umum Hasto itu terasa lebih istimewa, apalagi dilakukan sehari setelah perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-78.
“Semoga kemerdekaan yang diraih ini disyukuri dengan meningkatkan hal bermanfaat bagi kesejahteraan umum seluruh rakyat Indonesia,” kata Prof. Syafrinaldi.
Hadir juga Bupati Pelalawan H Zukri Misran, Bupati Bengkalis Kasmarni, dan Wakil Ketua DPRD Riau Syafaruddin Poti.
Baca juga: Hasto ingatkan pentingnya wujudkan konsep berdikari Bung Karno
Baca juga: Hasto ajak Mahasiswa Unand teladani kenegarawanan pendiri bangsa
Baca juga: Hasto ajak mahasiswa gelorakan spirit bebaskan dunia dari penjajahan
"Kampus dan mahasiswa harus bisa menjawab mengapa Selat Malaka hanya dikuasai, dikontrol oleh negara tertentu. Bagaimana kita mengendalikan seluruh jalur perdagangan di Selat Malaka, sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Maka apa yang kita bangun di Selat Malaka? Apa yang kita lakukan dengan Bengkalis?,” kata Hasto di hadapan civitas akademika dan tokoh masyarakat Riau dalam kuliah umum bertema geopolitik Soekarno di Kampus UIR, Pekanbaru, Jumat.
Hasto menjelaskan teori geopolitik Soekarno, dimana dua indikator paling penting kepentingan nasional adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, serta politik dan diplomasi. Di Riau, jelas Hasto, mahasiswa dan kampus harus berpikir membangun wilayahnya dengan arah menguasai Selat Malaka.
“Artinya apa, artinya kita hanya bisa menjadi bangsa yang maju kalau kita mengembangkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan inovasi, sebagai jalan berdikari. Tanpa itu jangan pernah berangan-angan kita akan menjadi negara besar,” kata Hasto.
Untuk itu lanjutnya, kampus memiliki peran yang sentral dalam mengembangkan teknologi sebagai variabel yang paling signifikan dan paling berpengaruh dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Sementara politik dan diplomasi adalah bagaimana kepentingan nasional Indonesia diperjuangkan melalui penciptaan hukum-hukum internasional.
Maka itu, mahasiswa saat ini harus outward looking, dimana pergerakannya tidak hanya di dalam kampus. Mahasiswa dituntut berpikir untuk Indonesia dan dunia.
Hasto mengajak akademisi dan mahasiswa untuk merancang institusi pendidikan sebagai "city of intellect". Bahwa pengembangan sebuah wilayah, harus ditopang secara intelektual oleh kampus-kampus di wilayah itu.
Dengan mengarahkan kampus-kampus di Riau sebagai city of intellect, maka akan terbangun kompetensi untuk mengembangkan selat Malaka menjadi bagian dari pilar-pilar kekuatan ekonomi Indonesia. Dan ini sejalan dengan konektografi yang telah dibangun oleh Presiden Joko Widodo.
“Tentu ke depan penting sekali dilakukan pembenahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, agar melihat Indonesia dengan cara geopolitik,” kata Hasto.
Selain Selat Malaka, menurut Hasto, kampus-kampus di Riau juga memahami koridor strategis Indonesia, di mana dulu Sumatera dirancang menjadi wilayah perkebunan. Maka perguruan tinggi harus melakukan riset-riset untuk hilirisasi dari perkebunan itu.
Dari sisi politik dan diplomasi, Hasto memberi contoh bagaimana perguruan tinggi dan mahasiswa seharusnya memikirkan cara agar Indonesia mampu melindungi kepentingan nasional melalui penciptaan hukum internasional baru.
“Dengan melihat teori geopolitik Soekarno, harusnya kita bisa menginisiasi kerjasama antara negara-negara yang dilintasi oleh jalur-jalur perdagangan strategis, termasuk Mesir dengan terusan Suez-nya. Kita bikin konferensi misalnya, demi membuat hukum internasional. Misal, manakala ada suatu negara yang memperlakukan secara tidak adil terhadap negara yang dilalui jalur-jalur perdagangan dunia itu, maka negara itu bisa menutup jalurnya dari pelayaran kapal mereka,” beber Hasto.
Menurut Hasto, cara pandang geopolitik ini sangat penting. Selama ini, sudah terlalu lama orang Indonesia, termasuk kalangan dunia pendidikan, tidak menatap peta. Sehingga seperti di Riau, orang lupa bahwa di depan wilayajnya ada potensi perdagangan dunia luar biasa, yakni jalur Malaka.
“Dan sebaliknya malah pembangunan kota, kita lebih berorientasi pada daratan sebagai negara kontinental, bukan negara kelautan. Maka teori geopolitik Soekarno sebenarnya menempatkan suatu paradigma yang penting, bahwa kita bukan negara daratan. Kita adalah sekali lagi, laut yang ditebari oleh pulau-pulau. Maka ini yang harus kita lakukan ke depan,” pungkasnya.
Hadir di acara tersebut adalah civitas akademika UIR yang dipimpin rektornya Prof.Dr.H Syafrinaldi. Ia mengatakan kuliah umum Hasto itu terasa lebih istimewa, apalagi dilakukan sehari setelah perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-78.
“Semoga kemerdekaan yang diraih ini disyukuri dengan meningkatkan hal bermanfaat bagi kesejahteraan umum seluruh rakyat Indonesia,” kata Prof. Syafrinaldi.
Hadir juga Bupati Pelalawan H Zukri Misran, Bupati Bengkalis Kasmarni, dan Wakil Ketua DPRD Riau Syafaruddin Poti.
Baca juga: Hasto ingatkan pentingnya wujudkan konsep berdikari Bung Karno
Baca juga: Hasto ajak Mahasiswa Unand teladani kenegarawanan pendiri bangsa
Baca juga: Hasto ajak mahasiswa gelorakan spirit bebaskan dunia dari penjajahan
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Guido Merung
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment