Tidak ada agama yang mengajarkan untuk kita melakukan praktik-praktik diskriminatif
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa prinsip moderasi beragama mengajarkan manusia untuk memiliki pola pikir yang adil dan berimbang dalam melihat persoalan.

"Jangan sampai ada yang berlebih-lebihan, jangan sampai ada yang melebihi batas, baik paham keagamaan maupun paham-paham keagamaan. Moderasi itu berprinsipkan adil dan berimbang dalam melihat persoalan," ujar Lukman dalam seminar Moderasi Beragama di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa.

Lukman mengatakan sebagian masyarakat masih terjebak dalam terma "agama" dan "beragama". Ajaran agama pasti benarnya dan sempurna, sementara beragama merupakan upaya/langkah untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama.

Maka dari itu, moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dengan menjewantahkan esensi ajaran agama berdasarkan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama.

Ia menjelaskan ajaran agama secara sederhana bisa dijelaskan dalam dua bagian, yakni universal dan partikular. Ajaran secara universal berarti ajaran agama pasti diyakini sebagai sumber kebenaran.

Baca juga: Kemenko PMK perkuat pemahaman moderasi beragama bagi pimpinan dan ASN

Baca juga: OASE KIM bantu pemerintah perkuat moderasi beragama


Ajaran universal atau ajaran pokok mencakup ajaran kebenaran dan tidak ada keraguan di dalamnya, seperti memanusiakan manusia, melindungi, menjaga dan harkat martabat manusia, menegakkan keadilan, menjaga lingkungan, hingga kemaslahatan manusia.

"Tidak ada agama yang mengajarkan untuk kita melakukan praktik-praktik diskriminatif," kata dia.

Sementara ajaran agama secara partikular, kata dia, berarti ajaran-ajaran yang bersifat rinci, teknis, kontekstual, dan cenderung dinamis. Ajaran-ajaran universal adalah akar atau wadah bagi ajaran-ajaran partikularnya.

Dalam ajaran secara partikular ini, perbedaan menjadi sebuah keniscayaan karena adanya keragaman pemahaman. Perbedaan suku, budaya, hingga ras membuat pemahaman menjadi beragam.

"Bahkan sesama umat Muslim bisa berbeda ketika menghadapi pertanyaan apakah Shalat Subuh yang benar itu yang pakai qunut atau tidak pakai qunut? Liturgi dalam Gereja Protestan amat sangat beragam-ragam, begitu juga Hindu," kata dia.

Menurut dia, moderasi beragama ada dalam ranah menyikapi perbedaan pemahaman secara partikular. Moderasi beragama mengajak umat beragama untuk menyikapi perbedaan secara toleran, menghargai, dan menghormati.

"Jangan pernah punya keinginan menyeragamkan wilayah partikular, tidak akan bisa karena ini takdir Tuhan, adanya keragaman di wilayah partikular. Tetapi terhadap ajaran agama yang universal jangan sampai ini diingkari atau disimpangi, karena tidak ada pengecualian bahwa kita boleh mengingkari ajaran pokok agama," kata dia.

Baca juga: Balitbang Kemenag gelar festival film pendek perkuat moderasi beragama

Baca juga: Menag: Toleransi merupakan kunci utama kelola perbedaan dan keragaman

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2023