Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ketahanan Nasional mengkaji peluang Indonesia memimpin koridor ekonomi berbasis maritim antarnegara di bagian selatan Bumi, yang disebut Konektivitas Maritim Selatan-Selatan.
Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, menilai sejarah menunjukkan Indonesia punya pengalaman memimpin Gerakan Non-Blok dan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang mayoritas anggotanya negara-negara di selatan, juga memimpin kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia (G20) pada 2022.
Baca juga: Pengamat: Indonesia adalah poros maritim dan "center of gravity" dunia
“Presiden Joko Widodo bersama dengan beberapa pemimpin lain terutama dari Afrika, India, Timur Tengah, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, berusaha menginisiasi kerja sama selatan ini sehingga Pak Jokowi mulai menunjukkan Indonesia dengan sejarah panjangnya tentang Asia Afrika, Dasa Sila Bandung akan terus berusaha menjadi leader of Global South, pemimpin negara (di bagian) selatan,” kata dia, dalam seminar nasional Lemhannas bertajuk “Konektivitas Maritim Selatan-Selatan” di Jakarta, Rabu.
Dalam kajian Lemhannas terkait itu, dia menjelaskan fokusnya ke pada aspek maritim yang menghubungkan negara-negara di belahan selatan Bumi, terutama yang menyangkut keberadaan mineral strategis, energi, dan kemampuan hilirisasi tiap negara.
Baca juga: Pengamat: "Political will" jadi kunci bentuk negara maritim maju
Tidak hanya itu, Lemhannas juga menjajaki peluang kerja sama antarpemerintah (G-to-G) dan antarbisnis (B2B) terutama antara negara-negara di bagian selatan.
“Itu yang berusaha kita gali, bukan pekerjaan singkat, membutuhkan memang interaksi tingkat negara-negara selatan, antara lain yang sudah dilakukan Presiden Jokowi saat berkunjung ke negara-negara Afrika, yang akan diperkuat minggu ini, minggu depan, kunjungan kembali ke Timur Tengah dan China sehingga kita bisa menemukan celah-celah interaksi yang kita butuhkan untuk memperkuat konektivitas maritim,” kata dia.
Kemudian, kajian Lemhannas itu fokus mengkaji persoalan pembiayaan dan investasi, yang juga krusial dalam membangun konektivitas antarnegara di selatan.
Baca juga: Lemhannas upayakan sejarah kelam maritim dunia tak terulang
Walaupun demikian, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi negara-negara di selatan untuk membangun konektivitas antarmereka dan tidak bergantung kepada negara-negara di bagian utara yang umumnya negara maju dan adidaya seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Ia mencontohkan saat ini industri tambang emas di Ghana masih dikuasai negara-negara di utara, yaitu Prancis dan Kanada.
“Mereka punya kontrak panjang sehingga emas di Ghana itu hanya boleh atau hanya dikuasai, dibeli oleh dua perusahaan, satu perusahaannya di Prancis, satu di Kanada. Tidak ada perusahaan Ghana yang menguasai tambang emas di Ghana,” kata dia.
Baca juga: AIS Forum, Menpora: Anak muda harus terdepan kelola sektor maritim
Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, menilai sejarah menunjukkan Indonesia punya pengalaman memimpin Gerakan Non-Blok dan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang mayoritas anggotanya negara-negara di selatan, juga memimpin kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia (G20) pada 2022.
Baca juga: Pengamat: Indonesia adalah poros maritim dan "center of gravity" dunia
“Presiden Joko Widodo bersama dengan beberapa pemimpin lain terutama dari Afrika, India, Timur Tengah, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, berusaha menginisiasi kerja sama selatan ini sehingga Pak Jokowi mulai menunjukkan Indonesia dengan sejarah panjangnya tentang Asia Afrika, Dasa Sila Bandung akan terus berusaha menjadi leader of Global South, pemimpin negara (di bagian) selatan,” kata dia, dalam seminar nasional Lemhannas bertajuk “Konektivitas Maritim Selatan-Selatan” di Jakarta, Rabu.
Dalam kajian Lemhannas terkait itu, dia menjelaskan fokusnya ke pada aspek maritim yang menghubungkan negara-negara di belahan selatan Bumi, terutama yang menyangkut keberadaan mineral strategis, energi, dan kemampuan hilirisasi tiap negara.
Baca juga: Pengamat: "Political will" jadi kunci bentuk negara maritim maju
Tidak hanya itu, Lemhannas juga menjajaki peluang kerja sama antarpemerintah (G-to-G) dan antarbisnis (B2B) terutama antara negara-negara di bagian selatan.
“Itu yang berusaha kita gali, bukan pekerjaan singkat, membutuhkan memang interaksi tingkat negara-negara selatan, antara lain yang sudah dilakukan Presiden Jokowi saat berkunjung ke negara-negara Afrika, yang akan diperkuat minggu ini, minggu depan, kunjungan kembali ke Timur Tengah dan China sehingga kita bisa menemukan celah-celah interaksi yang kita butuhkan untuk memperkuat konektivitas maritim,” kata dia.
Kemudian, kajian Lemhannas itu fokus mengkaji persoalan pembiayaan dan investasi, yang juga krusial dalam membangun konektivitas antarnegara di selatan.
Baca juga: Lemhannas upayakan sejarah kelam maritim dunia tak terulang
Walaupun demikian, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi negara-negara di selatan untuk membangun konektivitas antarmereka dan tidak bergantung kepada negara-negara di bagian utara yang umumnya negara maju dan adidaya seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Ia mencontohkan saat ini industri tambang emas di Ghana masih dikuasai negara-negara di utara, yaitu Prancis dan Kanada.
“Mereka punya kontrak panjang sehingga emas di Ghana itu hanya boleh atau hanya dikuasai, dibeli oleh dua perusahaan, satu perusahaannya di Prancis, satu di Kanada. Tidak ada perusahaan Ghana yang menguasai tambang emas di Ghana,” kata dia.
Baca juga: AIS Forum, Menpora: Anak muda harus terdepan kelola sektor maritim
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment