Magelang (ANTARA) - Kelompok musik sufistik "Ki Ageng Qithmir" Pati, Jawa Tengah pimpinan K.H. Abdullah Umar Fayumi bersama mahasiswa Universitas Melbourne Australia menciptakan kemasan baru tarian bernama "Soreng Melbourne", berbasis tarian rakyat Kabupaten Magelang, "Soreng".
"'Soreng Melbourne' wujud diplomasi budaya antara Indonesia dan Australia, karya persembahan khusus dari duta Indonesia, Sutanto Mendut, Komunitas Lima Gunung (Kabupaten Magelang), serta 'Ki Ageng Qithmir' untuk Dr. Danny Butt (Direktur The Victorian College of the Arts Universitas Melbourne), dan masyarakat Australia pada umumnya," kata Brian Trinanda K. Adi, salah seorang pegiat kelompok "Ki Ageng Qithmir" Pati dalam keterangan tertulis di Magelang, Rabu.
"'Soreng Melbourne' wujud diplomasi budaya antara Indonesia dan Australia, karya persembahan khusus dari duta Indonesia, Sutanto Mendut, Komunitas Lima Gunung (Kabupaten Magelang), serta 'Ki Ageng Qithmir' untuk Dr. Danny Butt (Direktur The Victorian College of the Arts Universitas Melbourne), dan masyarakat Australia pada umumnya," kata Brian Trinanda K. Adi, salah seorang pegiat kelompok "Ki Ageng Qithmir" Pati dalam keterangan tertulis di Magelang, Rabu.
Ia menjelaskan karya itu lahir atas insiatif Sutanto --budayawan, komponis, dan pemimpin tertinggi Komunitas Lima Gunung-- yang sedang menjadi salah satu narasumber lokakarya tari selama sekitar 10 hari, sejak awal Maret 2020, di kelas intensif Program Social Practice and Community Engagement Faculty of Fine Arts & Music The Victorian College of the Arts (VCA) Universitas Melbourne Australia.
Tarian Soreng yang awalnya dilakukan kalangan seniman petani kawasan Gunung Merbabu Kabupaten Magelang, bercerita tentang latihan perang para prajurit di bawah pemimpin Aryo Penangsang (Jipang) untuk menghadapi pasukan di bawah pimpinan Hadiwijaya atau Joko Tingkir atau Mas Karebet (Pajang), dalam perebutan pengaruh kekuasaan kerajaan di Jawa pada abad ke-15.
Selanjutnya, kata Brian yang sedang penelitian tentang Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang untuk tesisnya dalam Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta itu, "Soreng Melbourne" rencananya dipentaskan pada Festival Lima Gunung XIX, 7-9 Agustus 2020, di Kabupaten Magelang serta berbagai kemungkinan pementasan kolaborasi lainnya.
Festival Lima Gunung agenda tahunan seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh). Pada tahun ini, Festival Lima Gunung akan digelar di dusun terakhir kawasan Gunung Sumbing, yakni Dusun Krandegan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
"Ada sekitar 15-20 mahasiswa jurusan tari VCA yang terlibat dalam 'Soreng Melbourne' bersama 'Ki Ageng Qithmir'," ujarnya.
Ia menjelaskan karya itu telah diolah secara kolaboratif di Australia melalui berbagai rangsangan "world fusion", dentuman irama rock, jaz, berpadu dengan alunan gitar berdistorsi, banjo, serta ragam instrumen tiup dan perkusi khas Nusantara.
Ia menyebut keliaran musik pada aransemen itu, prakarsa Sutanto Mendut yang telah diolah dengan piawai oleh penata musik "Ki Ageng Qithmir", Yuli Agung Wibowo.
Rangkaian lokakarya dalam Program Social Practice and Community Engagement Faculty of Fine Arts & Music The Victorian College of the Arts (VCA) Universitas Melbourne Australia itu, dengan narasumber antara lain Sutanto Mendut (Komunitas Lima Gunung), Linda Sastradipradja (Universitas Melbourne), Nuraini Juliastuti (salah satu pendiri Pusat Studi Budaya KUNCI Yogyakarta). Materi lokakarya, antara lain tentang penelitian artistik dan pedagogi, sejarah dan filosifi gamelan, kolaborasi dan pementasan keliling.
Pada kesempatan itu, katanya, Sutanto juga mempresentasikan karyanya tentang komposisi musik pada 1989 berjudul "AllahuAkbar" sebagai rangsangan eksplorasi bagi para mahasiswa VCA.
"Karya ini cukup bersejarah bagi Sutanto, sebab khusus ia susun pada 1989 sebagai persembahan untuk Judy Diamond (Direktur American Gamelan Institute) dan Larry Polansky (komponis dari Universitas California), yang konon pada waktu itu sedang melakukan penelusuran tentang musisi-musisi dan musik kontemporer di Indonesia. Atas dasar karya inilah, Jody memasukkan nama Sutanto sebagai salah satu komponis dunia dari Indonesia," katanya.
Melalui "Soreng Melbourne" dan "AllahuAkbar", kata Brian, interaksi kemanusiaan lintas batas dua negara telah dipupuk, sedangkn hasilnya akan dapat segera dituai masyarakat Indonesia.
"Tunggu saja Festival Lima Gunung XIX atau gebrakan peristiwa-peristiwa kolaborasi yang akan segera dirilis di Indonesia beberapa bulan mendatang," kata dia.Baca juga: Dengung panjang tari Soreng Kabupaten Magelang
Baca juga: 12.276 orang menari soreng tercatat rekor MURI
Baca juga: HUT RI di Istana Negara, ratusan penari soreng Magelang siap tampil
Baca juga: Siswa Korsel-petani Merbabu pentaskan tari soreng di FLG
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment