Jakarta (ANTARA) - Meski tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi industri otomotif, rupanya tak menyurutkan semangat untuk menyongsong masa depan melalui kendaraan ramah lingkungan seperti mobil hibrida dan mobil listrik.
Di Indonesia sendiri sejumlah produsen memboyong mobil-mobil listrik mereka ke Tanah Air, mulai dari Hyundai Ioniq yang meluncur awal tahun, All-New Nissan Kicks e-POWER di kuartal ketiga, hingga Lexus UX 300e di kuartal terakhir tahun ini.
Sama semangatnya dengan para produsen mobil, pemerintah pun berusaha mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Pemerintah juga bertekad untuk mewujudkan target tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen.
Pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, kepada ANTARA, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa tantangan terbesar Indonesia saat ini untuk mewujudkan ekosistem kendaraan listrik yang terpadu adalah persaingan dengan banyak pebisnis dunia di Indonesia.
Kedua, peningkatan ekonomi negara akan meningkatkan konsumsi masyarakatnya. Indonesia sebaiknya mempersiapkan hal tersebut agar tidak stagnan sebagai nett kendaraan listrik consumer country, atau tempat industri otomotif dunia berjualan semata.
Baca juga: Membedah tampilan hingga fitur-fitur baru di Lexus UX 300e
Baca juga: GM "recall" 68 ribu Chevrolet Bolt EV karena risiko kebakaran
Hal yang harus dipersiapkan Indonesia demi mencapai target tersebut di samping mempersiapkan suprastruktur yang kini sedang berlangsung adalah juga mempersiapkan infrastruktur bagi kendaraan listrik ini secara cermat.
Kemudian, perlu ada penegasan regulasi dan Badan atau lembaga yang berkaitan dengan penanganan limbah B3 baterai, serta kesiapan program pengembangan sumber daya manusia dalam mewujudkan industri ramah lingkungan tersebut secara terintegrasi.
"Sehingga, Indonesia bukan sekadar menjadi tempat perakitan dan pasar saja," kata Yannes.
Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah hingga produsen otomotif demi mewujudkan target dan ekosistem mobil listrik, adalah adanya pandemi COVID-19. Vaksin yang sudah mulai didistribusikan di sejumlah negara pun agaknya menjadi angin segar, tak terkecuali bagi Indonesia, yang akan menggratiskannya untuk seluruh WNI.
"Dengan asumsi vaksin telah ditemukan dan didistribusikan setidaknya pada semester satu 2021, bisa saja secara berangsur-angsur, perekonomian Indonesia akan tumbuh positif di semester dua tahun 2021, pulih secara bertahap, hingga mencapai percepatan yang signifikan di tahun 2023-2024," jelas Yannes.
Target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada tahun 2025 pun dinilai cukup realistis, jika melihat dari prediksi tersebut.
Regulasi dan kesempatan
Demi mewujudkan target tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen, berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, hingga keputusan menteri departemen terkait, hingga kepada daerah sedang dalam proses penyusunan secara komprehensif.
Upaya tersebut sebagai bagian dari mengintegrasikan seluruh industri hilir yang berkaitan dengan kendaraan listrik di Tanah Air untuk meningkatkan potensi pendapatan negara.
Dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kendaraan Listrik pada 2019, pemerintah melihat peluang Indonesia menjadi pemain di industri kendaraan listrik karena melihat komponen-komponen pokok untuk baterai, seperti nikel, kobalt, dan mangaan tersedia di dalam negeri.
Sumber daya ini, menurut Yannes adalah sebuah kesempatan besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor ini. Potensi baterai Indonesia ada di nikel (sekitar 3 miliar ton atau setara dengan 23,7 persen cadangan dunia), kobalt (sekitar 480 juta ton), dan mangan (sekitar 54 juta ton).
Baca juga: Gojek-Pertamina umumkan rencana uji komersial ekosistem EV
Baca juga: Peugeot-Citroen punya taktik EV berbeda, tawarkan van bukan sedan
Permintaan akan baterai akan segera meningkat pada kisaran tahun 2023-2024. Pertumbuhannya diprediksi dapat mencapai 12 persen pada 2025 dan 23 persen pada 2030. Ini akan jadi salah satu sumber penghasil terbesar devisa negara Indonesia kelak.
Di sisi lain, meskipun berbagai regulasi dan kesempatan emas terbuka, Indonesia masih didominasi dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Masih perlu adanya edukasi hingga sosialisasi mengenai kendaraan listrik agar bisa mendorong minat dan daya beli masyarakat Indonesia.
"Cara membuat harga mobil listrik bersaing di tengah pasar otomotif yang masih didominasi mobil berbahan bakar fosil, saran yang bisa disampaikan, tirulah aneka kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah China ke dalam negerinya sendiri dan sudah terbukti," kata Yannes.
Ia menambahkan, China membangun kebijakan dan strategi kendaraan listrik yang sistematis dan komprehensif demi peningkatan inovasi teknologi tersebut oleh warganya sendiri, bersama dengan penggunaannya oleh industri otomotif lokal.
China juga mendorong berbagai kebijakan, termasuk subsidi dan berbagai insentif lainnya, seperti pembebasan BBNKB, PKB, sampai skema pendanaan-perbankan.
Dilanjutkan dengan segera memulai Carbon Tax Based secara sungguh-sungguh yang secara perlahan mulai membatasi penggunaan kendaraan berbasis BBM fosil, hingga mengubah seluruh sistem transportasi publiknya menjadi kendaraan listrik.
"Ini membuat harga kendaraan listrik menjadi semakin kompetitif untuk pasar dalam negerinya," ujar Yannes.
Lebih lanjut, kebijakan pemerintah untuk terus mendukung proses manufaktur hingga penyebaran penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri harus tetap terjaga dalam trek yang jernih.
Lalu, semua rangkaian proses kebijakan yang kini sedang bergulir perlu tetap dikawal agar dapat menjadi portofolio kebijakan yang semakin holistik dan sistem pasar dalam negeri yang semakin kondusif untuk ekosistem kendaraan listrik.
Dan melihat banyaknya kendaraan listrik dan hibrida yang diboyong ke Indonesia pada 2020 -- yang notabene bukan merupakan tahun yang gemilang bagi industri otomotif, bukan tidak mungkin persaingan sehat antara para produsen mobil kian meningkat di tahun 2021.
Terlebih, berbagai kebijakan sudah didorong untuk mempercepat ekosistem kendaraan listrik.
"Peraturan pemerintah ini sangat disadari oleh kabinet pak Jokowi sebagai kunci kepastian hukum bagi seluruh pelaku bisnis yang akan berinvestasi dalam skala masif pada industri kendaraan listrik ini kelak di Indonesia," kata Yannes.
"Untuk itu, sinergitas antara kementerian dan lembaga terkait penting dalam merumuskan, mengimplementasikan, hingga penegakan hukum terhadap regulasi yang dibuat," pungkasnya.
Baca juga: Hyundai gelontorkan investasi Rp785 triliun genjot pasar EV
Baca juga: DAMRI gelar program retrofit bus listrik untuk transportasi umum
Baca juga: Mercedes-Benz produksi EV di China, sambut pemulihan ekonomi Asia
Di Indonesia sendiri sejumlah produsen memboyong mobil-mobil listrik mereka ke Tanah Air, mulai dari Hyundai Ioniq yang meluncur awal tahun, All-New Nissan Kicks e-POWER di kuartal ketiga, hingga Lexus UX 300e di kuartal terakhir tahun ini.
Sama semangatnya dengan para produsen mobil, pemerintah pun berusaha mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Pemerintah juga bertekad untuk mewujudkan target tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen.
Pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, kepada ANTARA, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa tantangan terbesar Indonesia saat ini untuk mewujudkan ekosistem kendaraan listrik yang terpadu adalah persaingan dengan banyak pebisnis dunia di Indonesia.
Kedua, peningkatan ekonomi negara akan meningkatkan konsumsi masyarakatnya. Indonesia sebaiknya mempersiapkan hal tersebut agar tidak stagnan sebagai nett kendaraan listrik consumer country, atau tempat industri otomotif dunia berjualan semata.
Baca juga: Membedah tampilan hingga fitur-fitur baru di Lexus UX 300e
Baca juga: GM "recall" 68 ribu Chevrolet Bolt EV karena risiko kebakaran
Hal yang harus dipersiapkan Indonesia demi mencapai target tersebut di samping mempersiapkan suprastruktur yang kini sedang berlangsung adalah juga mempersiapkan infrastruktur bagi kendaraan listrik ini secara cermat.
Kemudian, perlu ada penegasan regulasi dan Badan atau lembaga yang berkaitan dengan penanganan limbah B3 baterai, serta kesiapan program pengembangan sumber daya manusia dalam mewujudkan industri ramah lingkungan tersebut secara terintegrasi.
"Sehingga, Indonesia bukan sekadar menjadi tempat perakitan dan pasar saja," kata Yannes.
Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi pemerintah hingga produsen otomotif demi mewujudkan target dan ekosistem mobil listrik, adalah adanya pandemi COVID-19. Vaksin yang sudah mulai didistribusikan di sejumlah negara pun agaknya menjadi angin segar, tak terkecuali bagi Indonesia, yang akan menggratiskannya untuk seluruh WNI.
"Dengan asumsi vaksin telah ditemukan dan didistribusikan setidaknya pada semester satu 2021, bisa saja secara berangsur-angsur, perekonomian Indonesia akan tumbuh positif di semester dua tahun 2021, pulih secara bertahap, hingga mencapai percepatan yang signifikan di tahun 2023-2024," jelas Yannes.
Target penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada tahun 2025 pun dinilai cukup realistis, jika melihat dari prediksi tersebut.
Regulasi dan kesempatan
Demi mewujudkan target tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mencapai 23 persen, berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, hingga keputusan menteri departemen terkait, hingga kepada daerah sedang dalam proses penyusunan secara komprehensif.
Upaya tersebut sebagai bagian dari mengintegrasikan seluruh industri hilir yang berkaitan dengan kendaraan listrik di Tanah Air untuk meningkatkan potensi pendapatan negara.
Dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kendaraan Listrik pada 2019, pemerintah melihat peluang Indonesia menjadi pemain di industri kendaraan listrik karena melihat komponen-komponen pokok untuk baterai, seperti nikel, kobalt, dan mangaan tersedia di dalam negeri.
Sumber daya ini, menurut Yannes adalah sebuah kesempatan besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di sektor ini. Potensi baterai Indonesia ada di nikel (sekitar 3 miliar ton atau setara dengan 23,7 persen cadangan dunia), kobalt (sekitar 480 juta ton), dan mangan (sekitar 54 juta ton).
Baca juga: Gojek-Pertamina umumkan rencana uji komersial ekosistem EV
Baca juga: Peugeot-Citroen punya taktik EV berbeda, tawarkan van bukan sedan
Permintaan akan baterai akan segera meningkat pada kisaran tahun 2023-2024. Pertumbuhannya diprediksi dapat mencapai 12 persen pada 2025 dan 23 persen pada 2030. Ini akan jadi salah satu sumber penghasil terbesar devisa negara Indonesia kelak.
Di sisi lain, meskipun berbagai regulasi dan kesempatan emas terbuka, Indonesia masih didominasi dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Masih perlu adanya edukasi hingga sosialisasi mengenai kendaraan listrik agar bisa mendorong minat dan daya beli masyarakat Indonesia.
"Cara membuat harga mobil listrik bersaing di tengah pasar otomotif yang masih didominasi mobil berbahan bakar fosil, saran yang bisa disampaikan, tirulah aneka kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah China ke dalam negerinya sendiri dan sudah terbukti," kata Yannes.
Ia menambahkan, China membangun kebijakan dan strategi kendaraan listrik yang sistematis dan komprehensif demi peningkatan inovasi teknologi tersebut oleh warganya sendiri, bersama dengan penggunaannya oleh industri otomotif lokal.
China juga mendorong berbagai kebijakan, termasuk subsidi dan berbagai insentif lainnya, seperti pembebasan BBNKB, PKB, sampai skema pendanaan-perbankan.
Dilanjutkan dengan segera memulai Carbon Tax Based secara sungguh-sungguh yang secara perlahan mulai membatasi penggunaan kendaraan berbasis BBM fosil, hingga mengubah seluruh sistem transportasi publiknya menjadi kendaraan listrik.
"Ini membuat harga kendaraan listrik menjadi semakin kompetitif untuk pasar dalam negerinya," ujar Yannes.
Lebih lanjut, kebijakan pemerintah untuk terus mendukung proses manufaktur hingga penyebaran penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri harus tetap terjaga dalam trek yang jernih.
Lalu, semua rangkaian proses kebijakan yang kini sedang bergulir perlu tetap dikawal agar dapat menjadi portofolio kebijakan yang semakin holistik dan sistem pasar dalam negeri yang semakin kondusif untuk ekosistem kendaraan listrik.
Dan melihat banyaknya kendaraan listrik dan hibrida yang diboyong ke Indonesia pada 2020 -- yang notabene bukan merupakan tahun yang gemilang bagi industri otomotif, bukan tidak mungkin persaingan sehat antara para produsen mobil kian meningkat di tahun 2021.
Terlebih, berbagai kebijakan sudah didorong untuk mempercepat ekosistem kendaraan listrik.
"Peraturan pemerintah ini sangat disadari oleh kabinet pak Jokowi sebagai kunci kepastian hukum bagi seluruh pelaku bisnis yang akan berinvestasi dalam skala masif pada industri kendaraan listrik ini kelak di Indonesia," kata Yannes.
"Untuk itu, sinergitas antara kementerian dan lembaga terkait penting dalam merumuskan, mengimplementasikan, hingga penegakan hukum terhadap regulasi yang dibuat," pungkasnya.
Baca juga: Hyundai gelontorkan investasi Rp785 triliun genjot pasar EV
Baca juga: DAMRI gelar program retrofit bus listrik untuk transportasi umum
Baca juga: Mercedes-Benz produksi EV di China, sambut pemulihan ekonomi Asia
Pewarta: A087
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment