Biasanya kalau yang Muslim ada pengumuman dari toa masjid. Kalau yang Nasrani membunyikan lonceng di gereja
Flores Timur, NTT (ANTARA) - Masyarakat di pesisir Laut Selor, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mengandalkan toa atau alat pengeras suara dari sejumlah tempat ibadah dan lonceng sebagai alat komunikasi saat terjadi bencana.

"Kita tidak tahu yang namanya informasi prakiraan cuaca dari telepon genggam. Biasanya kalau yang Muslim ada pengumuman dari toa masjid. Kalau yang Nasrani membunyikan lonceng di gereja. Itu saja," kata warga Desa Lamahala, Adonara Timur, Hamid Atapuka,(40) saat ditemui ANTARA di Flores Timur, Kamis.

Desa Lamahala memiliki pengeras suara di Masjid Jami Al Maruf serta 14 surau di lingkungan warga. Sementara lonceng dibunyikan dari Gereja Kristus Raja, Waiwerang Kota.

Seperti pengumuman yang berlangsung pada Kamis pagi. Imam Mushala Nur Hikmah Lamahala mengundang pemuda setempat bergotong royong untuk membersihkan Masjid Waiburak yang terendam banjir bandang pada Ahad (4/4) 2021.

Pengumuman disampaikan menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia melalui pengeras suara.

"Diberitahukan seluruh pemuda pemudi Desa Lamahala Jaya, mengundang untuk membersihkan Masjid Waiburak untuk persiapan Shalat Jumat," kata Imam Mushola Nur Hikmah.

Namun sebagian warga setempat ada pula yang mulai mempelajari informasi sistem peringatan dini yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) usai bencana alam yang terjadi.

"Saya sudah menginstal (memasang program) aplikasi BMKG. Kalau dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak ada aplikasinya," kata Kartini (23), bidan yang bekerja di kantor Desa Lamahala.

Kartini mengatakan mayoritas warga pesisir memberi peringatan dini dari mulut ke mulut atau sambungan telepon.

"Pada Rabu (7/4) sekitar jam 00.00 WITA, saya dapat laporan dari warga di sekitar dermaga Waiwerang katanya akan ada banjir susulan. Warga berlarian sampai ada yang jatuh. Tapi kan ternyata itu berita bohong," katanya.

Warga setempat, kata dia, cenderung mudah terprovokasi sebab bencana datang dari orang-orang terdekat mereka tanpa konfirmasi kepada pihak terkait.

Kartini ceritakan, sejak Rabu dini hari seluruh telepon seluler warga di Flores Timur mengalami gangguan selama 16 jam. Situasi itu dibarengi dengan beredarnya informasi akan ada banjir susulan.

"Masyarakat banyak lari ke gunung, tapi kan ternyata itu tidak benar," katanya.

Sementara itu dari pantauan ANTARA di sekitar kawasan Waiburak dan Waiwerang Kota tidak tampak adanya alat sirine mitigasi bencana.

Satu spanduk bertuliskan "Flores Timur Tanggap Bencana" terpasang di dekat pusat pertokoan dan Pasar Waiwerang Kota dalam kondisi yang lusuh dan sebagian spanduknya robek akibat faktor usia.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Thomas Bangke, yang dihubungi melalui sambungan telepon belum memberikan tanggapan hingga berita ini dilaporkan.

Baca juga: Korban meninggal akibat bencana alam di Adonara capai 50 orang

Baca juga: Tumpukan batang pohon memenuhi Kali Mati di Adonara Timur usai banjir

Baca juga: DMC Dompet Dhuafa evakuasi dan sisir lokasi banjir di Adonara NTT


Baca juga: Paguyuban Lamaholot Bali buka posko peduli korban banjir Adonara-NTT
 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
COPYRIGHT © ANTARA 2021