Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan keputusan presiden (keppres) tentang penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu yang sedang disusun untuk segera disahkan berorientasi pada upaya pemulihan korban.

“Keppres yang sedang disiapkan pemerintah semata-mata berorientasi pada upaya pemulihan para korban peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu,”ujar Yasonna Hamonangan Laoly saat menjadi pembicara kunci dalam webinar nasional “Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Indonesia” yang disiarkan langsung di kanal YouTube FHUNPAK, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Orientasi itu, lanjut dia, dimaksudkan agar perdamaian di antara para pihak terkait dan kesatuan serta persatuan bangsa dapat terwujud tanpa mengintervensi proses penanganan secara yudisial sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Baca juga: Menkumham tegaskan komitmen pemerintah laksanakan program pemajuan HAM

Untuk diketahui, selain berorientasi pada pemulihan korban, keppres tentang penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu terdiri atas dua poin penting lainnya. Poin-poin itu adalah pengungkapan kebenaran dari kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dan jaminan bahwa pelanggaran HAM berat tersebut tidak akan terulang di masa depan.

Keppres itu, tambah Yasonna, akan menjadi landasan hukum bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pihak lain yang terkait dalam melakukan penanganan peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat melalui mekanisme nonyudisial yang lebih terencana, sistematis, dan terpadu.

Kemudian, Yasonna menekankan bahwa upaya pemerintah dalam menyusun keppres itu tidak ditujukan untuk mengganti peran Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR).

Baca juga: Menkumham: Penanganan pandemi COVID-19 wujud perlindungan HAM
Baca juga: Menkumham: Pembentukan Pengadilan Tinggi untuk pemerataan hukum


“Upaya pemerintah tersebut tidak dalam rangka menggantikan peran dan fungsi Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi,” tekan dia.

Sebaliknya, jelas dia, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham sedang menyempurnakan naskah akademik Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

“Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi tindak lanjut atas dibatalkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” ucap Yasonna.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2021