Jakarta (ANTARA) - Aktivis perempuan Sri Nurherwati menilai draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sudah memuat enam elemen kunci yang diharapkan mampu memperbaiki sistem hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang memihak kepada korban.
"Saya kira bisa dipastikan bahwa RUU TPKS ini sudah mengandung enam elemen kunci yang diharapkan menjadikannya sebagai RUU tindak pidana khusus internal, sekaligus lex spesialis dari lex spesialis yang ada. Dengan demikian, memang ini yang kami harapkan nantinya bisa memberikan perubahan dalam hukum penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia," kata Sri Nurherwati dalam konferensi pers virtual "Catatan Kritis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual atas Sidang Pembahasan RUU TPKS", seperti dipantau di Jakarta, Selasa.
Mantan anggota Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tersebut menyebutkan keenam elemen kunci tersebut ialah pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Berikutnya, ada elemen peletakan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, peran masyarakat dan tokoh daerah yang mampu mengedukasi segenap warga negara Indonesia terkait kekerasan seksual, serta pemantauan terhadap implementasi RUU TPKS.
Dia mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS tersebut.
"Kami harus memberikan apresiasi yang sangat kepada seluruh pihak yang terlibat, karena bagaimana pun terlihat semangat dan komitmen dalam upaya percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS ini, untuk mengupayakan substansinya berpihak pada korban. Selain itu, pembahasannya juga terbuka," ujarnya.
Baca juga: Migrant Care apresiasi kinerja DPR-Pemerintah susun RUU TPKS
Baca juga: Aktivis Perempuan: Puan miliki momentum mensahkan RUU TPKS
"Saya kira bisa dipastikan bahwa RUU TPKS ini sudah mengandung enam elemen kunci yang diharapkan menjadikannya sebagai RUU tindak pidana khusus internal, sekaligus lex spesialis dari lex spesialis yang ada. Dengan demikian, memang ini yang kami harapkan nantinya bisa memberikan perubahan dalam hukum penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia," kata Sri Nurherwati dalam konferensi pers virtual "Catatan Kritis Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual atas Sidang Pembahasan RUU TPKS", seperti dipantau di Jakarta, Selasa.
Mantan anggota Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tersebut menyebutkan keenam elemen kunci tersebut ialah pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Berikutnya, ada elemen peletakan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, peran masyarakat dan tokoh daerah yang mampu mengedukasi segenap warga negara Indonesia terkait kekerasan seksual, serta pemantauan terhadap implementasi RUU TPKS.
Dia mengapresiasi seluruh pihak yang terlibat dalam percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS tersebut.
"Kami harus memberikan apresiasi yang sangat kepada seluruh pihak yang terlibat, karena bagaimana pun terlihat semangat dan komitmen dalam upaya percepatan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS ini, untuk mengupayakan substansinya berpihak pada korban. Selain itu, pembahasannya juga terbuka," ujarnya.
Baca juga: Migrant Care apresiasi kinerja DPR-Pemerintah susun RUU TPKS
Baca juga: Aktivis Perempuan: Puan miliki momentum mensahkan RUU TPKS
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Fransiska Ninditya
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment