Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bersama para tokoh lintas iman menyamakan persepsi dalam menangkal politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta politik identitas.

"Perlu persamaan makna politisasi SARA dan politik identitas sebagai mitigasi bagi Bawaslu untuk melakukan pencegahan," kata anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty di Jakarta, Sabtu.

Bawaslu menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait pencegahan politisasi SARA bersama organisasi lintas iman di salah satu hotel di Jakarta.

Ia berharap diskusi ini menghasilkan persamaan definisi guna membantu Bawaslu membuat strategi dalam menangkal politisasi SARA dan politik identitas.

Menurut dia, penyamaan definisi dengan para tokoh agama lintas iman menjadi momentum Bawaslu untuk lebih menguatkan dari segi pencegahan.

"Upaya memastikan kualitas demokrasi kita makin baik, tentu dilihat dari seberapa kuat melakukan pencegahan dan menindak jika ada pelanggaran," kata Lolly menegaskan.

Dalam hal menanggulangi politisasi SARA dan politik identitas, kata anggota Bawaslu RI Totok Hariyono, pihaknya lebih mengedepankan konteks pencegahan.

"Kami lakukan pencegahan terlebih dahulu baru penindakan, itu bagian dari konsep pemilu gotong royong," katanya.

Sejumlah tokoh lintas iman terdiri atas perwakilan Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Baca juga: KPU RI tetapkan hasil verfak usai putusan Bawaslu minggu ketiga April
Baca juga: KPU RI gelar rapat teknis dengan Partai Prima soal putusan Bawaslu

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023