Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih mencari jalan keluar untuk mengatasi perbedaan hitungan utang antara obligor/debitur dan besaran utang yang ditetapkan pemerintah melalui Satgas BLBI.
Mahfud menjelaskan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) juga tidak dapat langsung setuju terhadap hitungan dari debitur/obligor, tetapi jika proses itu tertunda maka penagihan utang dan pembayaran pun terhambat.
"Sekarang (Satgas BLBI) masuk fase-fase yang lebih kompleks karena masalahnya ada perbedaan hitungan antara yang kami miliki dengan klaim dari obligor yang mau membayar. Misalnya, kami nyatakan ini punya utang Rp5 triliun, dia (debitur/obligor) hanya Rp4 triliun berdasarkan hitungan dia. Ini juga menghambat karena kami kalau langsung setuju itu tidak boleh, tetapi kalau kami menunda terus, dia tidak mau bayar. Ini sedang dicarikan jalan keluarnya,” kata Mahfud MD menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.
Di sisi lain, Satgas BLBI juga menemukan ada debitur/obligor yang mengalihkan aset-asetnya selama masa penagihan berlangsung.
"Ada juga obligor-obligor yang mengalihkan asetnya ketika masalah ini mengambang, (aset itu) sudah berpindah ke saudaranya, ke anaknya, atau dijual ke orang lain. Ada juga yang menetap ke luar negeri," kata Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI.
Baca juga: Mahfud: Penagihan kepada debitur BLBI berlanjut meski ganti pemerintah
Oleh karena itu, di tengah sulitnya kerja Satgas BLBI, Mahfud pun menyambut baik dukungan dari lembaga lain, salah satunya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
DPD RI yang diwakili tiga anggotanya, yaitu Bustami Zainudin, Fahira Idris, dan Evi Apita Maya mendatangi Kantor Kemenkopolhukam, Selasa, dan bertemu Mahfud MD untuk membahas penagihan uang negara yang dipinjam para debitur/obligor BLBI.
DPD RI, terkait masalah itu, turut membentuk panitia khusus yang dipimpin oleh Bustami Zainudin.
"Kami menyambut gembira jika DPD sekarang entah berdasar apa pun sumber kewenangannya membuat pansus agar ini tidak hilang karena DPD selalu mencatat setiap tahun laporan keuangan BPK, utang BLBI selalu tercatat setiap tahun. Sebelum ini lunas, selalu jadi catatan dan beban bagi pemerintah, untuk terus, atau tugas bagi pemerintah untuk terus menagih," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud optimistis Satgas BLBI mampu tagih Rp110,4 T dalam 5 tahun
Kendati demikian, Mahfud mengingatkan para debitur/obligor soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara bakal segera diterapkan secara bertahap.
Artinya, mereka yang mangkir dari kewajibannya dan tidak kooperatif untuk membayar utang bakal kena sanksi mulai dari pencabutan paspor, penutupan akses ke perbankan, pembekuan rekening bank, sampai pembatasan terhadap bisnis.
"Itu sudah ada PP-nya, PP Nomor 28 Tahun 2022. Itu nanti akan dikenakan secara bertahap sampai sekurang-kurangnya menjadi jelas siapa yang punya utang berapa dan kapan harus membayar dengan apa," kata Menkopolhukam.
Baca juga: Kemenkeu sebut utang perusahaan Tutut Soeharto capai Rp700 miliar
Satgas BLBI yang terdiri dari beberapa kementerian/lembaga mulai bekerja sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).
Dalam Keppres itu, masa tugas Satgas BLBI berakhir pada 31 Desember 2023.
Sejak mulai bertugas pada Juni 2021 sampai Mei 2023 atau dalam kurun waktu hampir dua tahun, Satgas BLBI berhasil menagih sekitar Rp30,66 triliun uang negara dari para obligor/debitur BLBI.
Baca juga: Mahfud: Satgas BLBI selesaikan perbedaan perhitungan utang akhir 2023
Baca juga: Satgas BLBI menangkan perkara pemblokiran saham PT Beruangmas Perkasa
Mahfud menjelaskan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) juga tidak dapat langsung setuju terhadap hitungan dari debitur/obligor, tetapi jika proses itu tertunda maka penagihan utang dan pembayaran pun terhambat.
"Sekarang (Satgas BLBI) masuk fase-fase yang lebih kompleks karena masalahnya ada perbedaan hitungan antara yang kami miliki dengan klaim dari obligor yang mau membayar. Misalnya, kami nyatakan ini punya utang Rp5 triliun, dia (debitur/obligor) hanya Rp4 triliun berdasarkan hitungan dia. Ini juga menghambat karena kami kalau langsung setuju itu tidak boleh, tetapi kalau kami menunda terus, dia tidak mau bayar. Ini sedang dicarikan jalan keluarnya,” kata Mahfud MD menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.
Di sisi lain, Satgas BLBI juga menemukan ada debitur/obligor yang mengalihkan aset-asetnya selama masa penagihan berlangsung.
"Ada juga obligor-obligor yang mengalihkan asetnya ketika masalah ini mengambang, (aset itu) sudah berpindah ke saudaranya, ke anaknya, atau dijual ke orang lain. Ada juga yang menetap ke luar negeri," kata Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI.
Baca juga: Mahfud: Penagihan kepada debitur BLBI berlanjut meski ganti pemerintah
Oleh karena itu, di tengah sulitnya kerja Satgas BLBI, Mahfud pun menyambut baik dukungan dari lembaga lain, salah satunya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
DPD RI yang diwakili tiga anggotanya, yaitu Bustami Zainudin, Fahira Idris, dan Evi Apita Maya mendatangi Kantor Kemenkopolhukam, Selasa, dan bertemu Mahfud MD untuk membahas penagihan uang negara yang dipinjam para debitur/obligor BLBI.
DPD RI, terkait masalah itu, turut membentuk panitia khusus yang dipimpin oleh Bustami Zainudin.
"Kami menyambut gembira jika DPD sekarang entah berdasar apa pun sumber kewenangannya membuat pansus agar ini tidak hilang karena DPD selalu mencatat setiap tahun laporan keuangan BPK, utang BLBI selalu tercatat setiap tahun. Sebelum ini lunas, selalu jadi catatan dan beban bagi pemerintah, untuk terus, atau tugas bagi pemerintah untuk terus menagih," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud optimistis Satgas BLBI mampu tagih Rp110,4 T dalam 5 tahun
Kendati demikian, Mahfud mengingatkan para debitur/obligor soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara bakal segera diterapkan secara bertahap.
Artinya, mereka yang mangkir dari kewajibannya dan tidak kooperatif untuk membayar utang bakal kena sanksi mulai dari pencabutan paspor, penutupan akses ke perbankan, pembekuan rekening bank, sampai pembatasan terhadap bisnis.
"Itu sudah ada PP-nya, PP Nomor 28 Tahun 2022. Itu nanti akan dikenakan secara bertahap sampai sekurang-kurangnya menjadi jelas siapa yang punya utang berapa dan kapan harus membayar dengan apa," kata Menkopolhukam.
Baca juga: Kemenkeu sebut utang perusahaan Tutut Soeharto capai Rp700 miliar
Satgas BLBI yang terdiri dari beberapa kementerian/lembaga mulai bekerja sejak Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).
Dalam Keppres itu, masa tugas Satgas BLBI berakhir pada 31 Desember 2023.
Sejak mulai bertugas pada Juni 2021 sampai Mei 2023 atau dalam kurun waktu hampir dua tahun, Satgas BLBI berhasil menagih sekitar Rp30,66 triliun uang negara dari para obligor/debitur BLBI.
Baca juga: Mahfud: Satgas BLBI selesaikan perbedaan perhitungan utang akhir 2023
Baca juga: Satgas BLBI menangkan perkara pemblokiran saham PT Beruangmas Perkasa
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment