Semarang (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika kian intensif memantau ruang digital untuk mengantisipasi hoaks politik yang berpeluang marak bermuncullan menjelang perhelatan Pemilihan Umum 2024.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong di Semarang, Sabtu, mengatakan pemantauan ruang digital dilakukan secara ketat.
Berkaca dari pengalaman Pemilu 2019, pada Agustus 2018 terpantau ada 14 hoaks politik, tetapi satu bulan menjelang pemilu, tepatnya Maret 2019, naik menjadi 327 hoaks yang ditemukan.
"Pada bulan April 2019 atau saat pemilu ada sedikit penurunan, yakni 277 hoaks. Dengan melihat data itu, kami harus antisipasi sekarang," kata Usman di sela Konvensi Humas Indonesia 2023.
Baca juga: Hari Medsos Nasional, Kemenkominfo ajak elit jauhi hoaks politik
Konvensi Humas Indonesia 2023 yang diselenggarakan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) diikuti 300 peserta dari BPC Perhumas se-Indonesia, praktisi humas, akademisi, mahasiswa, dan umum.
Menurut Usman, Kemenkominfo bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan pemantauan dan pengawasan ruang digital, terutama menjelang Pemilu 2024.
"Kemenkominfo terus memantau ruang digital. Kalau kami menemukan hoaks politik, tentu kami akan take down (turunkan). Tapi, dalam mengambil langkah take down harus bekerja sama dengan Bawaslu," katanya.
Hal itu karena ada beberapa konten yang kategori pelanggarannya masih abu-abu antara kampanye negatif atau hoaks politik sehingga perlu dimintakan pendapat dari Bawaslu.
"Kalau ada konten-konten yang katakanlah dispute, artinya masih abu-abu, apakah hoaks politik ataukah negative campaign, kami harus meminta pendapat Bawaslu," katanya.
Baca juga: Sejumlah langkah Kemenkominfo cegah hoaks politik jelang Pemilu 2024
Usman yang juga Penasihat Perhumas menegaskan bahwa hoaks politik sangat berbahaya karena bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Untuk menjaga demokrasi di ruang digital, kami melakukan pemantauan secara ketat dan kalau menemukan hoaks politik maka kami akan mintakan platform untuk men-take down," ujarnya.
Media sosial yang dipantau oleh Kemenkominfo, kata Usman, adalah yang bersifat publik, seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, dan Tiktok. Sedangkan yang bersifat privat, seperti WhatsApp, MiChat, dan Telegram tidak bisa langsung dipantau.
"Oleh karena itu, kami meminta partisipasi masyarakat untuk melaporkan kalau ada indikasi ada suatu konten, pesan, dalam aplikasi yang sifatnya privat untuk dilaporkan kepada Kemenkominfo," ujarnya.
Baca juga: Pakar medsos imbau warga hindari hoaks tahun politik dengan tabayun
Baca juga: Literasi digital kunci masyarakat terhindar hoaks di tahun politik
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong di Semarang, Sabtu, mengatakan pemantauan ruang digital dilakukan secara ketat.
Berkaca dari pengalaman Pemilu 2019, pada Agustus 2018 terpantau ada 14 hoaks politik, tetapi satu bulan menjelang pemilu, tepatnya Maret 2019, naik menjadi 327 hoaks yang ditemukan.
"Pada bulan April 2019 atau saat pemilu ada sedikit penurunan, yakni 277 hoaks. Dengan melihat data itu, kami harus antisipasi sekarang," kata Usman di sela Konvensi Humas Indonesia 2023.
Baca juga: Hari Medsos Nasional, Kemenkominfo ajak elit jauhi hoaks politik
Konvensi Humas Indonesia 2023 yang diselenggarakan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) diikuti 300 peserta dari BPC Perhumas se-Indonesia, praktisi humas, akademisi, mahasiswa, dan umum.
Menurut Usman, Kemenkominfo bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan pemantauan dan pengawasan ruang digital, terutama menjelang Pemilu 2024.
"Kemenkominfo terus memantau ruang digital. Kalau kami menemukan hoaks politik, tentu kami akan take down (turunkan). Tapi, dalam mengambil langkah take down harus bekerja sama dengan Bawaslu," katanya.
Hal itu karena ada beberapa konten yang kategori pelanggarannya masih abu-abu antara kampanye negatif atau hoaks politik sehingga perlu dimintakan pendapat dari Bawaslu.
"Kalau ada konten-konten yang katakanlah dispute, artinya masih abu-abu, apakah hoaks politik ataukah negative campaign, kami harus meminta pendapat Bawaslu," katanya.
Baca juga: Sejumlah langkah Kemenkominfo cegah hoaks politik jelang Pemilu 2024
Usman yang juga Penasihat Perhumas menegaskan bahwa hoaks politik sangat berbahaya karena bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Untuk menjaga demokrasi di ruang digital, kami melakukan pemantauan secara ketat dan kalau menemukan hoaks politik maka kami akan mintakan platform untuk men-take down," ujarnya.
Media sosial yang dipantau oleh Kemenkominfo, kata Usman, adalah yang bersifat publik, seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, dan Tiktok. Sedangkan yang bersifat privat, seperti WhatsApp, MiChat, dan Telegram tidak bisa langsung dipantau.
"Oleh karena itu, kami meminta partisipasi masyarakat untuk melaporkan kalau ada indikasi ada suatu konten, pesan, dalam aplikasi yang sifatnya privat untuk dilaporkan kepada Kemenkominfo," ujarnya.
Baca juga: Pakar medsos imbau warga hindari hoaks tahun politik dengan tabayun
Baca juga: Literasi digital kunci masyarakat terhindar hoaks di tahun politik
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2023
0 comments:
Post a Comment